Jakarta UKN
Jagat politik tanah air kembali
diguncang. Media sosial sejak Kamis, 21 Agustus 2025, mendadak diramaikan oleh
sebuah video yang menyulut emosi publik. Video tersebut diunggah melalui akun
Facebook bernama Ferry, dan berisi ajakan lantang untuk menggelar aksi
demonstrasi besar-besaran pada Senin, 25 Agustus 2025, dengan tuntutan ekstrem:
membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
1. Immanuel Ebenezer Tersangka KPK, Malah Minta
Amnesti ke Istana
2. Waduh ! Wamenaker
Noel Jadi Dalang Pemerasan Sertifikat K3, 11 Orang Dijadikan Tersangka KPK
3. Awal Mula Terkuaknya
72 Siswa 'Siluman' di SMAN 5 Bengkulu, Kepala Sekolah Murka
4. Gempar! Wamenaker
Noel Ebenezer Terjaring OTT KPK, Terseret Dugaan Pemerasan Perusahaan
5. Drama Mencekam di
Jakarta. Kepala KCP sebuah Bank Diculik di Parkiran Mal, Dibunuh Sadis, 4
Pelaku Diciduk!
6. Akhirnya 39 kades habis masa jabatan. Kini Resmi Dikukuhkan Bupati
Lahat Bursah Zarnubi
7. Buruan, Sumsel lakukan pemutihan PKB sampai desember 2025.
Dalam video berdurasi kurang
dari dua menit itu, terdengar suara seorang pria mengumandangkan seruan keras.
“Bersiap demo besar-besaran pada tanggal 25 Agustus 2025 menyuarakan aksi
masyarakat Indonesia terhadap DPR RI yang sekarang untuk minta di bubarkan
!!!!!!” teriaknya. Seruan tersebut langsung menyebar bak api disiram bensin.
Ribuan warganet ikut menanggapi, sebagian mendukung penuh, sebagian lagi
menganggapnya sebagai provokasi berbahaya.
Namun, yang jelas, narasi
“Bubarkan DPR” kini menjadi trending di berbagai platform sosial media.
Gelombang perdebatan pun menyeruak, menguak berbagai lapisan kegelisahan masyarakat
terhadap institusi yang seharusnya menjadi representasi rakyat.
Kenapa Isu “Bubarkan DPR” Bisa
Meledak? Fenomena ini tidak muncul dalam ruang hampa. Beberapa faktor utama
diyakini menjadi pemicu ledakan emosi publik hingga menuntut langkah radikal pembubaran
DPR karena :
1. Tingkat Kepercayaan Publik yang
Terjun Bebas;
Survei lembaga independen
sepanjang semester pertama 2025 menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap
DPR berada di titik nadir. Hanya 17 persen responden yang masih percaya DPR
bekerja untuk rakyat, sementara 73 persen menilai DPR justru sibuk mengurus
kepentingan politik dan bisnis segelintir elite. Angka ini menjelaskan mengapa
seruan pembubaran DPR begitu cepat diterima masyarakat.
2. Skandal Korupsi yang Tak Kunjung
Reda;
Tahun 2025 dibuka dengan
terbongkarnya kasus dugaan “Bancakan APBN” yang menyeret nama sejumlah anggota
dewan lintas fraksi. Miliaran rupiah diduga mengalir ke kantong pribadi melalui
proyek fiktif hingga mark-up anggaran. Bagi publik, kasus ini hanyalah satu
dari rentetan panjang skandal yang membuat DPR identik dengan “gedung korupsi”
ketimbang “rumah rakyat”.
3. Kebijakan Kontroversial yang
Memicu Amarah;
Belum lama ini DPR mengesahkan
RUU yang dianggap publik hanya menguntungkan investor asing dan memperlemah
perlindungan buruh serta petani lokal. Gelombang protes serikat pekerja,
mahasiswa, hingga organisasi masyarakat sipil sempat pecah, namun respon DPR
dinilai dingin, bahkan arogan.;
4. Jarak Sosial dengan wakil
Rakyat;
Potret gaya hidup mewah anggota
DPR, dari mobil mewah, liburan ke luar negeri, hingga video pesta eksklusif
yang viral, semakin memperlebar jurang dengan rakyat yang sedang dihantam
inflasi dan pengangguran. “Mereka tidak lagi tahu rasanya antre minyak goreng
atau berdesakan di bus kota,” tulis seorang warganet dengan nada getir.
Media Sosial Sebagai Bahan
Bakar; Dalam video ajakan demo yang
diunggah akun Ferry hanyalah satu
percikan. Namun algoritma media sosial mempercepat penyebaran narasi itu. Hanya
dalam 24 jam, video tersebut telah dibagikan lebih dari 50 ribu kali di
Facebook, diposting ulang di TikTok, hingga jadi perbincangan panas di
Twitter/X.
Tagar BubarkanDPR dan 25AgustusTurun
menembus daftar trending nasional. Banyak konten kreator turut menyuarakan
kekecewaan terhadap DPR, bahkan beberapa tokoh publik menulis sindiran pedas.
Fenomena ini menunjukkan
bagaimana media sosial kembali menjadi ruang mobilisasi politik rakyat, mirip
dengan gelombang protes di era reformasi. Bedanya, kini kecepatan penyebaran
informasi jauh lebih dahsyat, sehingga resonansi ajakan massa bisa menjangkau
pelosok negeri hanya dalam hitungan jam.
Pemerintah dan DPR Bereaksi; Hingga
berita ini ditulis, pihak DPR belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait
ajakan demonstrasi tersebut. Beberapa anggota DPR hanya memberikan komentar
singkat melalui akun pribadi mereka, mayoritas menyebut seruan pembubaran DPR
sebagai bentuk “disinformasi” atau “provokasi berbahaya yang mengancam stabilitas
negara”.
Sementara itu, aparat keamanan
mulai bersiaga. Kapolri dikabarkan telah menggelar rapat tertutup dengan
sejumlah pejabat intelijen untuk memantau potensi mobilisasi massa pada 25
Agustus 2025. Sumber internal menyebut, aparat mengantisipasi kemungkinan
ribuan hingga puluhan ribu demonstran mengepung kompleks DPR/MPR di Senayan.
Namun, yang menjadi sorotan
adalah apakah pemerintah akan merespons dengan pendekatan persuasif atau
represif. Mengingat sejarah panjang aksi mahasiswa dan rakyat yang kerap
berujung bentrokan, pilihan strategi aparat pada 25 Agustus akan sangat
menentukan arah eskalasi konflik.
Suara Rakyat di Dunia Nyata; Tidak
hanya di jagat maya, tanda-tanda konsolidasi nyata mulai terlihat. Sejumlah
kelompok mahasiswa di Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta sudah menyatakan akan
turun ke jalan. Serikat buruh juga dikabarkan tengah mengatur strategi untuk
mengerahkan anggotanya.
“Ini bukan lagi sekadar isu.
Ini soal harga diri rakyat yang selama ini dikhianati,” ujar seorang
koordinator aksi mahasiswa di Jakarta ketika diwawancara secara singkat.
Di sisi lain, ada pula suara
hati-hati dari tokoh masyarakat yang mengingatkan bahwa membubarkan DPR bukan
solusi instan. “Kalau DPR bubar, mekanisme demokrasi mau diarahkan ke mana?
Kita butuh reformasi, bukan kehancuran,” tegas seorang pengamat politik senior.
Menjelang 25 Agustus: Antara
Harapan dan Kekhawatiran; Hari Senin, 25 Agustus 2025, diperkirakan akan
menjadi momen krusial. Apakah benar rakyat akan membanjiri Senayan? Ataukah
aparat berhasil mencegah gelombang massa?
Yang jelas, isu “Bubarkan DPR”
telah membuka borok lama: jurang ketidakpercayaan rakyat terhadap wakilnya
sendiri. Dalam situasi seperti ini, bola panas bukan hanya berada di tangan
DPR, tapi juga pemerintah, aparat, dan seluruh elemen masyarakat.
Jika tuntutan rakyat kembali
diabaikan, bukan tidak mungkin aksi 25 Agustus akan menjadi titik balik sejarah
politik Indonesia. Sebuah momentum yang bisa mengulang gaung reformasi, atau
justru menjerumuskan negeri ke dalam krisis politik berkepanjangan.
Seruan demonstrasi “Bubarkan
DPR” yang meledak di media sosial bukanlah sekadar provokasi biasa. Ia adalah
refleksi dari akumulasi kekecewaan rakyat atas praktik politik yang dianggap
kotor, elitis, dan jauh dari penderitaan masyarakat.
Apakah tanggal 25 Agustus 2025
akan menjadi hari lahir gerakan rakyat baru? Ataukah justru menjadi ujian
terakhir kesabaran publik?
Satu hal yang
pasti, DPR kini berada di titik nadir kepercayaan, dan suara rakyat tidak bisa
lagi dianggap sekadar gemuruh di dunia maya. (TIM)