Proyek Panggung Seni yang tak tuntas

“ Ini bangunan apa?. Kalau untuk lantai jemur, mana gudangnya? “ ujar Sunan asal kota Palembang.........

Saturday, August 23, 2025

Heboh! Rakyat Siap Duduki Senayan, Gelombang Massa Teriakkan “Bubarkan DPR RI pada 25 Agustus 2025!”

Jakarta UKN

Jagat politik tanah air kembali diguncang. Media sosial sejak Kamis, 21 Agustus 2025, mendadak diramaikan oleh sebuah video yang menyulut emosi publik. Video tersebut diunggah melalui akun Facebook bernama Ferry, dan berisi ajakan lantang untuk menggelar aksi demonstrasi besar-besaran pada Senin, 25 Agustus 2025, dengan tuntutan ekstrem: membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Baca Juga  yaitu

1.    Immanuel Ebenezer Tersangka KPK, Malah Minta Amnesti ke Istana

2.    Waduh ! Wamenaker Noel Jadi Dalang Pemerasan Sertifikat K3, 11 Orang Dijadikan Tersangka KPK

3.    Awal Mula Terkuaknya 72 Siswa 'Siluman' di SMAN 5 Bengkulu, Kepala Sekolah Murka

4.    Gempar! Wamenaker Noel Ebenezer Terjaring OTT KPK, Terseret Dugaan Pemerasan Perusahaan

5.    Drama Mencekam di Jakarta. Kepala KCP sebuah Bank Diculik di Parkiran Mal, Dibunuh Sadis, 4 Pelaku Diciduk!

6.    Akhirnya 39 kades habis masa jabatan. Kini Resmi Dikukuhkan Bupati Lahat Bursah Zarnubi

7.    Buruan, Sumsel lakukan pemutihan PKB sampai desember 2025.

Dalam video berdurasi kurang dari dua menit itu, terdengar suara seorang pria mengumandangkan seruan keras. “Bersiap demo besar-besaran pada tanggal 25 Agustus 2025 menyuarakan aksi masyarakat Indonesia terhadap DPR RI yang sekarang untuk minta di bubarkan !!!!!!” teriaknya. Seruan tersebut langsung menyebar bak api disiram bensin. Ribuan warganet ikut menanggapi, sebagian mendukung penuh, sebagian lagi menganggapnya sebagai provokasi berbahaya.

Namun, yang jelas, narasi “Bubarkan DPR” kini menjadi trending di berbagai platform sosial media. Gelombang perdebatan pun menyeruak, menguak berbagai lapisan kegelisahan masyarakat terhadap institusi yang seharusnya menjadi representasi rakyat.

Kenapa Isu “Bubarkan DPR” Bisa Meledak? Fenomena ini tidak muncul dalam ruang hampa. Beberapa faktor utama diyakini menjadi pemicu ledakan emosi publik hingga menuntut langkah radikal pembubaran DPR karena :

1.    Tingkat Kepercayaan Publik yang Terjun Bebas;

Survei lembaga independen sepanjang semester pertama 2025 menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap DPR berada di titik nadir. Hanya 17 persen responden yang masih percaya DPR bekerja untuk rakyat, sementara 73 persen menilai DPR justru sibuk mengurus kepentingan politik dan bisnis segelintir elite. Angka ini menjelaskan mengapa seruan pembubaran DPR begitu cepat diterima masyarakat.

2.    Skandal Korupsi yang Tak Kunjung Reda;

Tahun 2025 dibuka dengan terbongkarnya kasus dugaan “Bancakan APBN” yang menyeret nama sejumlah anggota dewan lintas fraksi. Miliaran rupiah diduga mengalir ke kantong pribadi melalui proyek fiktif hingga mark-up anggaran. Bagi publik, kasus ini hanyalah satu dari rentetan panjang skandal yang membuat DPR identik dengan “gedung korupsi” ketimbang “rumah rakyat”.

3.    Kebijakan Kontroversial yang Memicu Amarah;

Belum lama ini DPR mengesahkan RUU yang dianggap publik hanya menguntungkan investor asing dan memperlemah perlindungan buruh serta petani lokal. Gelombang protes serikat pekerja, mahasiswa, hingga organisasi masyarakat sipil sempat pecah, namun respon DPR dinilai dingin, bahkan arogan.;

4.    Jarak Sosial dengan wakil Rakyat;

Potret gaya hidup mewah anggota DPR, dari mobil mewah, liburan ke luar negeri, hingga video pesta eksklusif yang viral, semakin memperlebar jurang dengan rakyat yang sedang dihantam inflasi dan pengangguran. “Mereka tidak lagi tahu rasanya antre minyak goreng atau berdesakan di bus kota,” tulis seorang warganet dengan nada getir.

Media Sosial Sebagai Bahan Bakar;  Dalam video ajakan demo yang diunggah akun Ferry hanyalah satu percikan. Namun algoritma media sosial mempercepat penyebaran narasi itu. Hanya dalam 24 jam, video tersebut telah dibagikan lebih dari 50 ribu kali di Facebook, diposting ulang di TikTok, hingga jadi perbincangan panas di Twitter/X.

Tagar BubarkanDPR dan 25AgustusTurun menembus daftar trending nasional. Banyak konten kreator turut menyuarakan kekecewaan terhadap DPR, bahkan beberapa tokoh publik menulis sindiran pedas.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana media sosial kembali menjadi ruang mobilisasi politik rakyat, mirip dengan gelombang protes di era reformasi. Bedanya, kini kecepatan penyebaran informasi jauh lebih dahsyat, sehingga resonansi ajakan massa bisa menjangkau pelosok negeri hanya dalam hitungan jam.

Pemerintah dan DPR Bereaksi; Hingga berita ini ditulis, pihak DPR belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait ajakan demonstrasi tersebut. Beberapa anggota DPR hanya memberikan komentar singkat melalui akun pribadi mereka, mayoritas menyebut seruan pembubaran DPR sebagai bentuk “disinformasi” atau “provokasi berbahaya yang mengancam stabilitas negara”.

Sementara itu, aparat keamanan mulai bersiaga. Kapolri dikabarkan telah menggelar rapat tertutup dengan sejumlah pejabat intelijen untuk memantau potensi mobilisasi massa pada 25 Agustus 2025. Sumber internal menyebut, aparat mengantisipasi kemungkinan ribuan hingga puluhan ribu demonstran mengepung kompleks DPR/MPR di Senayan.

Namun, yang menjadi sorotan adalah apakah pemerintah akan merespons dengan pendekatan persuasif atau represif. Mengingat sejarah panjang aksi mahasiswa dan rakyat yang kerap berujung bentrokan, pilihan strategi aparat pada 25 Agustus akan sangat menentukan arah eskalasi konflik.

Suara Rakyat di Dunia Nyata; Tidak hanya di jagat maya, tanda-tanda konsolidasi nyata mulai terlihat. Sejumlah kelompok mahasiswa di Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta sudah menyatakan akan turun ke jalan. Serikat buruh juga dikabarkan tengah mengatur strategi untuk mengerahkan anggotanya.

“Ini bukan lagi sekadar isu. Ini soal harga diri rakyat yang selama ini dikhianati,” ujar seorang koordinator aksi mahasiswa di Jakarta ketika diwawancara secara singkat.

Di sisi lain, ada pula suara hati-hati dari tokoh masyarakat yang mengingatkan bahwa membubarkan DPR bukan solusi instan. “Kalau DPR bubar, mekanisme demokrasi mau diarahkan ke mana? Kita butuh reformasi, bukan kehancuran,” tegas seorang pengamat politik senior.

Menjelang 25 Agustus: Antara Harapan dan Kekhawatiran; Hari Senin, 25 Agustus 2025, diperkirakan akan menjadi momen krusial. Apakah benar rakyat akan membanjiri Senayan? Ataukah aparat berhasil mencegah gelombang massa?

Yang jelas, isu “Bubarkan DPR” telah membuka borok lama: jurang ketidakpercayaan rakyat terhadap wakilnya sendiri. Dalam situasi seperti ini, bola panas bukan hanya berada di tangan DPR, tapi juga pemerintah, aparat, dan seluruh elemen masyarakat.

Jika tuntutan rakyat kembali diabaikan, bukan tidak mungkin aksi 25 Agustus akan menjadi titik balik sejarah politik Indonesia. Sebuah momentum yang bisa mengulang gaung reformasi, atau justru menjerumuskan negeri ke dalam krisis politik berkepanjangan.

Seruan demonstrasi “Bubarkan DPR” yang meledak di media sosial bukanlah sekadar provokasi biasa. Ia adalah refleksi dari akumulasi kekecewaan rakyat atas praktik politik yang dianggap kotor, elitis, dan jauh dari penderitaan masyarakat.

Apakah tanggal 25 Agustus 2025 akan menjadi hari lahir gerakan rakyat baru? Ataukah justru menjadi ujian terakhir kesabaran publik?

Satu hal yang pasti, DPR kini berada di titik nadir kepercayaan, dan suara rakyat tidak bisa lagi dianggap sekadar gemuruh di dunia maya. (TIM)

Share:

Wamenaker Noel Tersangka KPK, Malah Minta Amnesti ke Istana

JAKARTA – Drama hukum Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel terus menuai sorotan publik. Setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Noel justru mengambil langkah mengejutkan: meminta amnesti langsung ke Istana.

Baca Juga  yaitu

1.    Waduh ! Wamenaker Noel Jadi Dalang Pemerasan Sertifikat K3, 11 Orang Dijadikan Tersangka KPK

2.    Awal Mula Terkuaknya 72 Siswa 'Siluman' di SMAN 5 Bengkulu, Kepala Sekolah Murka

3.    Gempar! Wamenaker Noel Ebenezer Terjaring OTT KPK, Terseret Dugaan Pemerasan Perusahaan

4.    Drama Mencekam di Jakarta. Kepala KCP sebuah Bank Diculik di Parkiran Mal, Dibunuh Sadis, 4 Pelaku Diciduk!

5.    Akhirnya 39 kades habis masa jabatan. Kini Resmi Dikukuhkan Bupati Lahat Bursah Zarnubi

6.    Buruan, Sumsel lakukan pemutihan PKB sampai desember 2025.

Langkah ini sontak menuai gelombang kritik. Tak sedikit pihak menilai permintaan Noel bukan hanya tak masuk akal, melainkan juga berpotensi merusak kredibilitas pemberantasan korupsi di Indonesia.

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Officer/PCO) Hasan Nasbi dengan tegas menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto tidak akan memberikan perlindungan kepada pejabat yang terseret kasus korupsi.

“Presiden tidak akan memberi amnesti atau intervensi apa pun. Pemerintah akan menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum. Biarlah hukum yang membuat semuanya terang benderang,” tegas Hasan, Sabtu (23/8/2025).

Kisruh hukum Noel bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam operasi senyap tersebut, tim KPK berhasil mengamankan sejumlah uang yang diduga hasil pemerasan terkait proses pengurusan sertifikat K3.

KPK kemudian mengumumkan ada 11 tersangka, termasuk Noel, yang terjerat dalam pusaran kasus tersebut. Status tersangka Noel menambah daftar panjang pejabat publik yang tersandung praktik korupsi, meski selama ini kerap tampil lantang berbicara soal moralitas dan keadilan sosial.

Alih-alih fokus membela diri lewat jalur hukum, Noel justru membuat langkah tak biasa dengan mengajukan permohonan amnesti ke Presiden.

Publik pun bertanya-tanya, apakah amnesti benar-benar bisa diterapkan untuk kasus korupsi?

Dalam praktik hukum di Indonesia, amnesti umumnya diberikan untuk kasus politik atau pidana tertentu demi kepentingan bangsa, misalnya penyelesaian konflik atau rekonsiliasi nasional. Sementara kasus korupsi—apalagi dugaan pemerasan—jelas masuk kategori tindak pidana khusus yang tak bisa dinegosiasikan dengan amnesti.

“Amnesti itu bukan untuk kejahatan korupsi. Kalau Noel minta amnesti, itu sama saja menunjukkan bahwa dia sudah tidak percaya diri menghadapi proses hukum. Ini langkah putus asa,” kata Emerson Yuntho, pengamat antikorupsi sekaligus mantan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), saat dimintai tanggapan.

Menurut Emerson, permintaan amnesti yang diajukan Noel justru memperlihatkan wajah asli pejabat yang ingin mencari jalan pintas untuk lari dari jeratan hukum.

“Kalau pejabat bisa minta amnesti tiap kali ketangkap korupsi, hancurlah negara ini. Itu berarti hukum hanya berlaku untuk rakyat kecil, sementara pejabat tinggal lobi presiden. Jelas ini berbahaya,” tambahnya.

Reaksi publik di media sosial pun membuncah. Banyak warganet menyebut langkah Noel sebagai bentuk arogansi kekuasaan. Alih-alih menunjukkan sikap ksatria menghadapi kasus, Noel dinilai justru mempermalukan dirinya sendiri dengan meminta keringanan yang jelas-jelas tidak relevan.

Tagar NoelMintaAmnesti bahkan sempat menjadi trending topic di X (Twitter), dengan sebagian besar komentar bernada sinis.

Seorang warganet menulis: “Bikin malu saja. Baru jadi Wamen sudah main pemerasan, ketangkap KPK malah minta amnesti. Ini pejabat atau pelawak?”

Komentar lainnya menyoroti posisi Noel sebagai pejabat publik yang semestinya menjadi contoh. “Wamen itu representasi pemerintah. Kalau pejabat seenaknya minta amnesti, apa kabar rakyat biasa yang dipenjara karena kasus sepele?”

Kasus ini sekaligus menjadi ujian bagi Presiden Prabowo. Publik ingin melihat apakah komitmen Prabowo terhadap pemberantasan korupsi benar-benar dijalankan atau hanya slogan politik.

Hasan Nasbi menegaskan, Presiden tidak akan terjebak dalam permainan politik atau lobi personal dalam kasus Noel. “Arahan Presiden jelas: hukum harus ditegakkan, siapa pun yang melanggar,” ujarnya.

Pengamat antikorupsi lainnya, Tama S. Langkun, menilai posisi Prabowo cukup strategis. “Jika Prabowo tegas dan tidak memberi ruang negosiasi, ini akan menjadi preseden baik bahwa pemerintahan sekarang benar-benar serius melawan korupsi. Tapi kalau sampai ada celah kompromi, itu akan mencoreng nama presiden sendiri,” katanya.

Bagi KPK, kasus Noel adalah momentum untuk membuktikan bahwa lembaga antirasuah tersebut masih bertaring. Sebab, beberapa tahun terakhir KPK kerap dituding melemah dan kehilangan independensi.

“Penangkapan pejabat setingkat Wamen adalah ujian besar. KPK harus menunjukkan transparansi dan keberanian agar publik kembali percaya,” ujar Emerson.

Ia menambahkan, publik jangan dibiarkan skeptis. “Kalau kasus ini ditutup-tutupi atau ujungnya bebas begitu saja, itu akan semakin menggerus kepercayaan masyarakat. Dampaknya jauh lebih berbahaya dibanding satu orang Wamen yang terjerat kasus.”

Kini bola panas berada di tangan penegak hukum. Noel yang pernah dikenal sebagai aktivis dan dekat dengan berbagai kalangan politik, kini harus menghadapi kenyataan pahit: status tersangka, sorotan publik, hingga potensi hukuman berat jika terbukti bersalah.

Di sisi lain, permintaan amnesti yang ia layangkan justru memperkeruh citra dirinya. Alih-alih menumbuhkan simpati, langkah itu membuatnya semakin terpojok.

“Ini sudah bukan sekadar kasus hukum, tapi juga krisis moral dan integritas pejabat publik. Noel harus bertanggung jawab, bukan malah cari jalan pintas,” pungkas Emerson. (TIM)

Share:

Friday, August 22, 2025

Waduh ! Wamenaker Noel Jadi Dalang Pemerasan Sertifikat K3, 11 Orang Dijadikan Tersangka KPK

Jakarta UKN

Skandal besar kembali mengguncang jagat politik tanah air. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan 11 orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Yang paling mengejutkan, nama Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel masuk dalam daftar hitam tersebut.

Baca Juga  yaitu

1.    Awal Mula Terkuaknya 72 Siswa 'Siluman' di SMAN 5 Bengkulu, Kepala Sekolah Murka

2.    Gempar! Wamenaker Noel Ebenezer Terjaring OTT KPK, Terseret Dugaan Pemerasan Perusahaan

3.    Drama Mencekam di Jakarta. Kepala KCP sebuah Bank Diculik di Parkiran Mal, Dibunuh Sadis, 4 Pelaku Diciduk!

4.    Akhirnya 39 kades habis masa jabatan. Kini Resmi Dikukuhkan Bupati Lahat Bursah Zarnubi

5.    Buruan, Sumsel lakukan pemutihan PKB sampai desember 2025.

Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, pada Jumat, 22 Agustus 2025.

 “KPK menetapkan sebelas orang sebagai tersangka. Penetapan ini setelah pemeriksaan intensif dan ditemukannya sekurang-kurangnya dua alat bukti yang cukup,” tegas Setyo.

Tak hanya Noel, para tersangka lain berasal dari berbagai level pejabat di Kementerian Ketenagakerjaan. Mereka antara lain:

1.    Irvian Bobby Mahendro, Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personil K3

2.    Gerry Aditya Herwanto Putra, Koordinator Bidang Pengujian dan Evaluasi Kompetensi Keselamatan Kerja

3.    Subhan, Sub Koordinator Keselamatan Kerja Ditjen Bina K3

4.    Anita Kusumawati, Sub Koordinator Kemitraan dan Personel Kesehatan Kerja

5.    Fahrurozi, Direktur Binwasnaker dan K3

6.    Hery Sutanto, Direktur Bina Kelembagaan

7.    Sekarsari Kartika Putri, Sub Koordinator

8.    Supriadi, Koordinator di lingkungan Kemenaker

9.    Temurila pihak swasta dari PT KEM Indonesia, dan

10. Miki Mahfud pihak swasta dari PT KEM Indonesia

Total 11 orang kini resmi berstatus tersangka dan langsung ditahan selama 20 hari ke depan, terhitung hingga 10 September 2025, di Rutan cabang KPK Gedung Merah Putih.

Skema Pemerasan Sertifikat K3. Dalam kasus ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Rabu malam, 20 Agustus 2025. Dalam operasi senyap itu, penyidik mengendus adanya praktik pemerasan terhadap sejumlah perusahaan yang sedang mengurus sertifikat K3 dokumen vital yang menjadi syarat kelayakan operasional perusahaan di berbagai sektor industri.

Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, menjelaskan modus yang dijalankan para tersangka.

“Para pejabat diduga melakukan pemerasan terhadap perusahaan-perusahaan terkait pengurusan sertifikasi K3. Perusahaan dipaksa membayar sejumlah uang agar pengurusan dokumen berjalan lancar,” jelas Fitroh.

Tak berhenti di situ, KPK juga menyita puluhan kendaraan mewah dan sejumlah uang tunai yang diduga berasal dari hasil pemerasan. Temuan ini menegaskan bahwa praktik kotor tersebut sudah berlangsung sistematis dan melibatkan banyak pihak.

Nama Immanuel Ebenezer alias Noel sejatinya sudah lama dikenal publik. Ia muncul sebagai aktivis lantang dalam berbagai isu demokrasi, HAM, dan anti-korupsi. Noel juga kerap menjadi figur publik yang mengkritisi penyalahgunaan kekuasaan.

Namun, perjalanan politiknya memasuki babak baru ketika ia diangkat sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan. Dari kursi strategis itulah kini Noel justru terjerat kasus yang mengkhianati idealisme yang pernah ia gaungkan.

Bagi banyak pihak, penetapan Noel sebagai tersangka adalah ironi sejarah. Sosok yang dulu berteriak lantang soal pemberantasan korupsi, kini justru terjerembab dalam pusaran yang sama.

Pantauan wartawan pada Kamis, 21 Agustus 2025, memperlihatkan Noel digiring keluar dari ruang pemeriksaan KPK sekitar pukul 15.36 WIB. Dengan tangan terborgol dan rompi oranye khas tahanan KPK, Noel berjalan tertunduk diapit penyidik.

Suasana di Gedung Merah Putih seketika riuh. Blitz kamera wartawan menyambar wajah Noel, yang tampak dingin meski sesekali melempar senyum tipis. Bersamanya, beberapa pejabat lain turut mengenakan rompi oranye—sebuah pemandangan yang memperlihatkan bobroknya tata kelola di kementerian yang seharusnya mengurusi hajat hidup pekerja.

Kasus ini segera menjadi bahan perbincangan hangat di publik. Media sosial dipenuhi komentar pedas, banyak yang menyebut kasus Noel sebagai pengkhianatan terhadap buruh dan pekerja.

“Bagaimana mungkin pejabat yang seharusnya melindungi pekerja justru memeras perusahaan? Dampaknya bukan hanya keuangan, tapi juga keselamatan buruh yang bekerja di lapangan,” tulis seorang netizen di platform X.

Dari kalangan politik, reaksi juga bermunculan. Beberapa anggota DPR menegaskan dukungan penuh kepada KPK untuk menuntaskan kasus ini hingga tuntas.

“Kami mendesak KPK membongkar seluruh jaringan mafia sertifikasi K3. Jangan berhenti pada sebelas tersangka, karena praktik semacam ini hampir pasti melibatkan lingkaran lebih luas,” kata seorang legislator Komisi IX DPR RI.

Kasus ini jelas mencoreng wajah Kementerian Ketenagakerjaan. Sertifikat K3 adalah dokumen vital yang menyangkut keselamatan buruh di lapangan. Bila proses pengurusannya diperdagangkan, maka yang dipertaruhkan adalah nyawa pekerja.

Tak heran, banyak kalangan menilai kasus ini akan berdampak serius pada kepercayaan publik terhadap pemerintah. Bahkan, isu reshuffle kabinet mulai santer terdengar. Noel disebut-sebut akan segera dicopot dari jabatannya untuk menjaga kredibilitas pemerintahan.

Kini, Noel dan 10 tersangka lain resmi ditahan. KPK memastikan proses hukum akan berjalan transparan. Bila terbukti bersalah, mereka terancam hukuman berat sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 12 UU Tipikor menegaskan ancaman pidana penjara hingga 20 tahun atau bahkan seumur hidup bagi pelaku pemerasan oleh pejabat negara.

Publik kini menanti, sejauh mana KPK mampu mengungkap kasus ini hingga ke akar. Apakah Noel hanyalah pion dalam permainan besar? Ataukah ia bagian dari aktor utama mafia sertifikat K3 yang telah lama bercokol?

Kasus pemerasan sertifikat K3 bukan sekadar tindak pidana korupsi biasa. Ini menyangkut keselamatan jutaan buruh di Indonesia. Dengan praktik pemerasan, standar keselamatan kerja terancam dilemahkan, hanya demi memperkaya segelintir pejabat.

Kini, seluruh mata tertuju pada KPK. Publik berharap lembaga antirasuah tidak hanya menjadikan kasus ini sebagai tontonan sesaat, melainkan menuntaskannya hingga ke pengadilan dengan hukuman maksimal.

Karena pada akhirnya, kasus Noel menjadi pengingat pahit: bahwa korupsi tidak hanya mencuri uang negara, tetapi juga mengkhianati darah dan keringat rakyat yang bekerja keras setiap hari. (TIM)
Share:

Misteri Terkuaknya 72 Siswa 'Siluman' di SMAN 5 Bengkulu, Kepala Sekolah Murka.

Bengkulu UKN

SMA Negeri 5 Bengkulu yang selama ini dikenal sebagai salah satu sekolah unggulan di Provinsi Bengkulu kini tengah diterpa badai besar. Reputasi sekolah yang pernah menempati peringkat terbaik berdasarkan data LTMPT (Lembaga Tes Masuk Perguruan Tinggi) tahun 2022 itu tercoreng oleh skandal penerimaan peserta didik baru.

Baca Juga  yaitu

1.    Gempar! Wamenaker Noel Ebenezer Terjaring OTT KPK, Terseret Dugaan Pemerasan Perusahaan

2.    Drama Mencekam di Jakarta. Kepala KCP sebuah Bank Diculik di Parkiran Mal, Dibunuh Sadis, 4 Pelaku Diciduk!

3.    Akhirnya 39 kades habis masa jabatan. Kini Resmi Dikukuhkan Bupati Lahat Bursah Zarnubi

4.    Buruan, Sumsel lakukan pemutihan PKB sampai desember 2025.

5.    Heboh Isu Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan. Pemkab Empat Lawang Pastikan, “Tidak Ada Kenaikan PBB-P2!”

6.    17 Agustus, Merdeka Benar atau Sekadar Seremonial? Refleksi Pedih di Balik Euforia HUT RI

7.    Koq, Wagub Jateng Jadi Irup Upacara 17 Agustus di Pati, ke Mana Bupati Sudewo?

Kisruh bermula ketika ditemukan sebanyak 72 siswa ‘siluman’ yang telah belajar selama lebih dari sebulan, ternyata tidak tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Padahal, mereka sudah mengikuti seluruh prosedur sebagaimana layaknya siswa resmi: melakukan daftar ulang, mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), bahkan sudah berbaur dalam proses belajar mengajar.

Namun, fakta mengejutkan terkuaknya nama mereka tidak tercantum di sistem Dapodik. Temuan ini membuat pihak sekolah geger, orang tua murid marah, dan publik bertanya-tanya bagaimana mungkin siswa bisa duduk di bangku kelas tanpa status resmi?

Awal mula kasus ini terungkap pada pertengahan Agustus 2025, ketika pihak sekolah melakukan pengecekan ulang terhadap data peserta didik yang sudah masuk ke sistem Dapodik. Hasilnya, dari ratusan siswa yang diterima, ada puluhan nama yang janggal.

Dari investigasi internal, ternyata 72 siswa sama sekali tidak memiliki nomor induk Dapodik, alias tidak pernah tercatat secara resmi sebagai peserta didik baru. Padahal, hampir seluruh dari mereka sudah merasa sah menjadi siswa SMAN 5 Bengkulu, karena telah menerima atribut sekolah, mengikuti MPLS, bahkan sudah menjalani ujian awal semester.

Kabar ini sontak membuat para orang tua murid terkejut. Banyak yang merasa ditipu karena mereka yakin telah mengikuti seluruh alur pendaftaran sesuai petunjuk resmi.

Seorang wali murid dengan suara bergetar menceritakan kepada anggota DPRD Provinsi Bengkulu saat audiensi, Rabu (20/8/2025).

“Anak saya down, dia menangis sepanjang hari, malu bercampur sedih. Kami ikut prosedur, bahkan bayar semua keperluan seragam dan kegiatan sekolah. Tapi sekarang dibilang anak saya siswa siluman. Apa salah kami?” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Kabar pencoretan nama mereka dari daftar resmi siswa SMAN 5 Bengkulu membuat banyak anak terpukul. Beberapa siswa dilaporkan mengalami tekanan psikologis. Ada yang jatuh sakit, stres, hingga menolak keluar rumah karena merasa malu dengan lingkungan sekitar.

Seorang siswa laki-laki kelas X dikabarkan sempat dilarikan ke klinik setelah mengalami sesak napas akibat depresi mendengar statusnya sebagai siswa ilegal. “Dia merasa sia-sia. Katanya, ‘Kenapa saya disuruh ikut sekolah kalau ujung-ujungnya dibilang tidak sah?” ujar seorang kerabat.

Di sisi lain, orang tua murid merasa dipermainkan. Mereka menuntut kejelasan siapa yang bertanggung jawab atas munculnya 72 siswa misterius itu. Apakah murni kesalahan teknis, atau ada praktik kecurangan dalam proses penerimaan siswa baru?

Kepala SMAN 5 Bengkulu, yang selama ini dikenal tegas dalam menegakkan disiplin, tak kuasa menyembunyikan kemarahannya. Dalam rapat bersama komite sekolah dan perwakilan orang tua, ia dengan lantang menyatakan keterkejutannya.

“Saya sama sekali tidak tahu bagaimana bisa ada 72 siswa masuk tanpa Dapodik. Ini jelas bukan prosedur resmi sekolah. Saya merasa nama baik sekolah dicoreng oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,” tegasnya.

Pihak sekolah juga mengaku ikut dirugikan. Selain citra sekolah yang tercoreng, tenaga pendidik sudah telanjur mengajar dan memperlakukan para siswa ‘siluman’ tersebut layaknya siswa resmi.

Kasus ini semakin panas ketika mencuat dugaan adanya praktik “titipan” atau permainan dalam penerimaan siswa baru. Beberapa orang tua mengaku diarahkan oleh pihak tertentu untuk menitipkan anak mereka dengan janji tetap bisa bersekolah, meskipun kuota resmi sudah penuh.

Walaupun belum ada bukti konkret, kecurigaan publik kian menguat. DPRD Provinsi Bengkulu bahkan sudah meminta Dinas Pendidikan setempat segera turun tangan melakukan investigasi menyeluruh.

Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu menegaskan, “Kami tidak akan tinggal diam. 72 siswa ini bukan angka kecil. Harus ada pihak yang bertanggung jawab, apakah itu sekolah, dinas, atau oknum luar yang bermain.”

Menanggapi polemik ini, Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu mengaku sudah membentuk tim khusus untuk menelusuri kasus tersebut. Menurut mereka, ada kemungkinan siswa-siswa itu masuk melalui jalur tidak resmi.

“Kami sedang mengumpulkan data dan keterangan dari pihak sekolah maupun orang tua murid. Jika ditemukan adanya pelanggaran prosedur, akan ada sanksi tegas bagi pihak yang terbukti terlibat,” kata seorang pejabat Disdik.

Sementara itu, nasib 72 siswa masih menggantung. Orang tua murid menuntut solusi konkret agar anak-anak mereka tetap bisa melanjutkan pendidikan tanpa trauma berkepanjangan.

“Anak-anak ini korban. Jangan sampai masa depan mereka hancur hanya karena ulah oknum. Kami minta pemerintah segera cari solusi, apakah penambahan kuota atau kebijakan khusus,” desak salah satu wali murid.

Namun, sebagian pihak menilai bahwa jika siswa siluman ini tetap diterima, maka hal itu berpotensi melanggar aturan kuota zonasi dan merugikan calon siswa lain yang seharusnya berhak masuk.

Skandal ini menjadi ujian berat bagi SMAN 5 Bengkulu. Sekolah yang selama ini dibanggakan karena prestasi akademik dan kedisiplinan kini dipertanyakan integritasnya.

Kasus 72 siswa siluman ini bukan hanya soal administrasi, melainkan juga menyangkut transparansi, keadilan, dan masa depan generasi muda. Jika tidak segera diselesaikan dengan bijak, kisruh ini bisa berlarut-larut dan meninggalkan luka mendalam bagi dunia pendidikan di Bengkulu.

Hingga kini, publik masih menunggu hasil investigasi resmi. Di satu sisi, orang tua murid menuntut keadilan agar anak-anak mereka tidak menjadi korban. Di sisi lain, sekolah dan dinas pendidikan harus menjaga aturan agar tidak muncul preseden buruk di masa depan.

Satu hal yang pasti, kasus 72 siswa siluman ini telah membuka mata masyarakat tentang betapa rawannya proses penerimaan siswa baru jika tidak diawasi ketat. Dan di tengah kegaduhan itu, masa depan puluhan anak tengah dipertaruhkan. (TIM)

Share:

Thursday, August 21, 2025

Gempar! Wamenaker Noel Ebenezer Terjaring OTT KPK, Terseret Dugaan Pemerasan Perusahaan

Jakarta UKN

Indonesia kembali diguncang kabar mengejutkan dari arena pemberantasan korupsi. Wakil Menteri Tenaga Kerja (Wamenaker), Immanuel Ebenezer atau Noel Ebenezer, resmi terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan tim penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). OTT berlangsung sejak Rabu malam (20/8/2025) hingga Kamis dini hari (21/8/2025), dan menyeret nama pejabat tinggi negara yang selama ini dikenal vokal di ruang publik.

Kabar penangkapan Noel ini dibenarkan langsung oleh Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto.

 

foto istimewa
Baca Juga  yaitu

1.    Drama Mencekam di Jakarta. Kepala KCP sebuah Bank Diculik di Parkiran Mal, Dibunuh Sadis, 4 Pelaku Diciduk!

2.    Akhirnya 39 kades habis masa jabatan. Kini Resmi Dikukuhkan Bupati Lahat Bursah Zarnubi

3.    Buruan, Sumsel lakukan pemutihan PKB sampai desember 2025.

4.    Heboh Isu Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan. Pemkab Empat Lawang Pastikan, “Tidak Ada Kenaikan PBB-P2!”

5.    17 Agustus, Merdeka Benar atau Sekadar Seremonial? Refleksi Pedih di Balik Euforia HUT RI

6.    Koq, Wagub Jateng Jadi Irup Upacara 17 Agustus di Pati, ke Mana Bupati Sudewo?

7.    Bupati Empat Lawang Pimpin Upacara HUT RI ke-80 tahun 2025, Begini Momen Haru yang Bikin Bangga

8.  Terungkan banyak pemda yang kurang peduli terhadap skor SPIKPK

“Benar (OTT). Diamankan di Jakarta,” kata Fitroh dalam konferensi pers singkat pada Kamis (21/8/2025).

Kronologi OTT yaitu Dari Malam Panjang hingga Pagi Menegangkan. Menurut informasi yang dihimpun, operasi senyap KPK berawal dari laporan adanya dugaan praktik pemerasan terhadap perusahaan-perusahaan yang sedang mengurus sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Sertifikasi ini sangat vital bagi perusahaan, terutama di sektor industri, konstruksi, dan pertambangan, karena menjadi salah satu syarat operasional.

Tim KPK telah memantau pergerakan Noel dan jaringan terdekatnya selama beberapa minggu terakhir. Rabu (20/8) malam, tim mulai bergerak setelah menerima sinyal bahwa transaksi mencurigakan akan terjadi di kawasan Jakarta Pusat. Sekitar pukul 22.30 WIB, petugas KPK disebut mengamankan beberapa orang yang diduga menjadi perantara dalam kasus tersebut.

Tak berhenti di situ, penyidik terus menelusuri aliran dana hingga akhirnya, menjelang tengah malam, Noel ikut diamankan bersama sejumlah dokumen penting serta barang bukti elektronik. Hingga Kamis pagi, ia masih menjalani pemeriksaan intensif di Gedung Merah Putih KPK.

“Kasus ini terkait dugaan pemerasan oleh pejabat negara terhadap perusahaan-perusahaan yang sedang mengurus sertifikasi K3,” ujar Fitroh. Ia menegaskan, penyidik masih mendalami mekanisme dugaan pemerasan tersebut, termasuk apakah Noel bermain sendiri atau melibatkan pihak lain.

Modusnya Pemerasan K3 Jadi “Lahan Basah”? Kasus ini menyingkap potret buram birokrasi Indonesia. Sertifikasi K3 yang seharusnya menjadi instrumen perlindungan tenaga kerja, justru diduga dijadikan lahan pemerasan. Beberapa perusahaan yang sedang mengurus izin mengaku mendapat tekanan untuk “menyediakan sejumlah uang” agar proses berjalan cepat tanpa hambatan.

Sumber internal menyebut, praktik pemerasan semacam ini kerap disamarkan sebagai “biaya administrasi tambahan” atau “kontribusi khusus”. Namun dalam kenyataannya, uang itu diduga mengalir ke kantong pribadi pejabat.

KPK kini menelusuri apakah praktik ini hanya melibatkan Noel atau sudah menjadi “kultur gelap” dalam pengurusan sertifikasi di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.

Kasus Noel semakin menyita perhatian publik karena di balik posisinya sebagai pejabat negara, ia ternyata memiliki harta kekayaan yang terbilang fantastis. Berdasarkan penelusuran Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Noel melaporkan hartanya pada 17 Januari 2025 dengan total mencapai Rp17.620.260.877 atau Rp17,6 miliar.

Rinciannya meliputi aset berupa tanah dan bangunan, kendaraan mewah, tabungan, hingga investasi bernilai tinggi. Kekayaan sebesar itu menimbulkan tanda tanya besar, terutama kini setelah ia terseret kasus dugaan pemerasan.

Banyak pihak mempertanyakan apakah kekayaan tersebut benar-benar murni hasil usaha sah, atau justru bercampur dengan praktik-praktik menyimpang di balik jabatan publiknya?

Immanuel “Noel” Ebenezer bukan nama asing di panggung politik nasional. Sebelum menjabat Wamenaker, ia dikenal sebagai aktivis sekaligus sosok yang kerap lantang mengkritik lawan politiknya. Noel juga sempat menjabat di sejumlah organisasi relawan politik dan menjadi figur yang dekat dengan lingkar kekuasaan.

Namun, karier politiknya tidak pernah lepas dari kontroversi. Beberapa kali ia menuai sorotan publik karena pernyataan keras dan gaya komunikasinya yang blak-blakan. Kini, sorotan itu bergeser drastis dari panggung politik ke ruang penyidikan KPK.

Kabar OTT Noel langsung menyebar luas di media sosial. Nama “Noel” menjadi trending topic sejak Kamis pagi. Warganet ramai-ramai mengekspresikan kekecewaan, sekaligus sinis bahwa pejabat yang kerap tampil garang di depan publik justru terjerat kasus korupsi.

Sejumlah aktivis buruh pun bereaksi keras. “Kalau benar Wamenaker terlibat pemerasan, ini pengkhianatan besar terhadap pekerja Indonesia. K3 itu hak fundamental buruh, bukan ladang bisnis pejabat,” kata salah satu pimpinan konfederasi serikat pekerja.

Di sisi lain, pengamat politik menilai kasus ini akan menjadi ujian serius bagi pemerintah. “OTT terhadap pejabat setingkat wakil menteri bukan perkara kecil. Publik menuntut transparansi penuh, termasuk bagaimana pemerintah menyikapi kasus ini,” ujar pengamat hukum tata negara, Aditya Nugraha.

KPK memastikan akan bersikap tegas dan transparan dalam mengusut kasus ini. “Semua pihak yang terlibat akan diperiksa, tanpa pandang bulu. Kami tegaskan, siapapun yang menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri akan ditindak,” kata Fitroh Rohcahyanto.

KPK kini memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan status hukum Noel. Jika bukti awal dianggap cukup, ia akan ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

OTT terhadap Wamenaker Noel Ebenezer kembali membuka mata publik bahwa korupsi bukan hanya terjadi di level kepala daerah atau lembaga tertentu, tetapi juga bisa menyeret pejabat tinggi kementerian. Ironisnya, kasus ini terkait langsung dengan aspek keselamatan kerja yang mestinya menjadi prioritas perlindungan bagi jutaan buruh di Indonesia.

Apapun dalih yang kelak muncul, kasus Noel adalah pengingat keras bahwah jabatan publik adalah amanah, bukan ladang pemerasan. Kini, publik menunggu langkah tegas KPK sekaligus sikap pemerintah. Apakah kasus ini hanya akan berhenti pada satu nama, atau membuka benang kusut praktik mafia perizinan yang lebih besar di balik layar kementerian? (TIM)
Share:

Featured Post

Heboh! Rakyat Siap Duduki Senayan, Gelombang Massa Teriakkan “Bubarkan DPR RI pada 25 Agustus 2025!”

SEKDIS PENDIDIKAN

KABID SMP DISDIK EMPAT LAWANG

KABID KESMAS

KABID SDA DINAS PUPR 4L

KABAG KESRA EMPAT LAWANG

KABAG UMUM EMPAT LAWANG

KABAG TAPEM

SMAN 1 LK

SMAN 1 SALING

SMAN 1 PENDOPO

SMAN 3 TEBING TINGGI

SMAN 1 MUARA PINANG 4 L

SMKN 1 EMPAT LAWANG

SMKN 2 EMPAT LAWANG

SMP N 2 TT

SDN 1 TALANG PADANG

KADES KARANG ARE TP

KADES KEMBAHANG BARU

KADES ULAK DABUK TP

PJ. KADES MEKAR JAYA TB. TINGGI

SD NEGERI 24 TBG. TINGGI

Cari di web ini

Tag