JAKARTA – Drama hukum Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel terus menuai sorotan publik. Setelah resmi ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Noel justru mengambil langkah mengejutkan: meminta amnesti langsung ke Istana.
Baca Juga yaitu
1. Waduh ! Wamenaker
Noel Jadi Dalang Pemerasan Sertifikat K3, 11 Orang Dijadikan Tersangka KPK
2. Awal Mula Terkuaknya
72 Siswa 'Siluman' di SMAN 5 Bengkulu, Kepala Sekolah Murka
3. Gempar! Wamenaker
Noel Ebenezer Terjaring OTT KPK, Terseret Dugaan Pemerasan Perusahaan
4. Drama Mencekam di
Jakarta. Kepala KCP sebuah Bank Diculik di Parkiran Mal, Dibunuh Sadis, 4
Pelaku Diciduk!
5. Akhirnya 39 kades habis masa jabatan. Kini Resmi Dikukuhkan Bupati
Lahat Bursah Zarnubi
6. Buruan, Sumsel lakukan pemutihan PKB sampai desember 2025.
Langkah ini
sontak menuai gelombang kritik. Tak sedikit pihak menilai permintaan Noel bukan
hanya tak masuk akal, melainkan juga berpotensi merusak kredibilitas
pemberantasan korupsi di Indonesia.
Kepala Kantor
Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Officer/PCO) Hasan Nasbi
dengan tegas menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto tidak akan memberikan
perlindungan kepada pejabat yang terseret kasus korupsi.
“Presiden tidak
akan memberi amnesti atau intervensi apa pun. Pemerintah akan menyerahkan
sepenuhnya kepada proses hukum. Biarlah hukum yang membuat semuanya terang
benderang,” tegas Hasan, Sabtu (23/8/2025).
Kisruh hukum Noel
bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Dalam operasi senyap tersebut, tim KPK berhasil mengamankan
sejumlah uang yang diduga hasil pemerasan terkait proses pengurusan sertifikat
K3.
KPK kemudian
mengumumkan ada 11 tersangka, termasuk Noel, yang terjerat dalam pusaran kasus
tersebut. Status tersangka Noel menambah daftar panjang pejabat publik yang
tersandung praktik korupsi, meski selama ini kerap tampil lantang berbicara
soal moralitas dan keadilan sosial.
Alih-alih fokus
membela diri lewat jalur hukum, Noel justru membuat langkah tak biasa dengan mengajukan
permohonan amnesti ke Presiden.
Publik pun
bertanya-tanya, apakah amnesti benar-benar bisa diterapkan untuk kasus korupsi?
Dalam praktik
hukum di Indonesia, amnesti umumnya diberikan untuk kasus politik atau pidana
tertentu demi kepentingan bangsa, misalnya penyelesaian konflik atau
rekonsiliasi nasional. Sementara kasus korupsi—apalagi dugaan pemerasan—jelas
masuk kategori tindak pidana khusus yang tak bisa dinegosiasikan dengan
amnesti.
“Amnesti itu
bukan untuk kejahatan korupsi. Kalau Noel minta amnesti, itu sama saja
menunjukkan bahwa dia sudah tidak percaya diri menghadapi proses hukum. Ini
langkah putus asa,” kata Emerson Yuntho, pengamat antikorupsi sekaligus mantan
peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), saat dimintai tanggapan.
Menurut Emerson,
permintaan amnesti yang diajukan Noel justru memperlihatkan wajah asli pejabat
yang ingin mencari jalan pintas untuk lari dari jeratan hukum.
“Kalau pejabat
bisa minta amnesti tiap kali ketangkap korupsi, hancurlah negara ini. Itu
berarti hukum hanya berlaku untuk rakyat kecil, sementara pejabat tinggal lobi
presiden. Jelas ini berbahaya,” tambahnya.
Reaksi publik di
media sosial pun membuncah. Banyak warganet menyebut langkah Noel sebagai
bentuk arogansi kekuasaan. Alih-alih menunjukkan sikap ksatria menghadapi
kasus, Noel dinilai justru mempermalukan dirinya sendiri dengan meminta
keringanan yang jelas-jelas tidak relevan.
Tagar NoelMintaAmnesti
bahkan sempat menjadi trending topic di X (Twitter), dengan sebagian besar
komentar bernada sinis.
Seorang warganet
menulis: “Bikin malu saja. Baru jadi Wamen sudah main pemerasan, ketangkap KPK
malah minta amnesti. Ini pejabat atau pelawak?”
Komentar lainnya
menyoroti posisi Noel sebagai pejabat publik yang semestinya menjadi contoh. “Wamen
itu representasi pemerintah. Kalau pejabat seenaknya minta amnesti, apa kabar
rakyat biasa yang dipenjara karena kasus sepele?”
Kasus ini
sekaligus menjadi ujian bagi Presiden Prabowo. Publik ingin melihat apakah
komitmen Prabowo terhadap pemberantasan korupsi benar-benar dijalankan atau
hanya slogan politik.
Hasan Nasbi
menegaskan, Presiden tidak akan terjebak dalam permainan politik atau lobi
personal dalam kasus Noel. “Arahan Presiden jelas: hukum harus ditegakkan,
siapa pun yang melanggar,” ujarnya.
Pengamat
antikorupsi lainnya, Tama S. Langkun, menilai posisi Prabowo cukup strategis.
“Jika Prabowo tegas dan tidak memberi ruang negosiasi, ini akan menjadi
preseden baik bahwa pemerintahan sekarang benar-benar serius melawan korupsi.
Tapi kalau sampai ada celah kompromi, itu akan mencoreng nama presiden
sendiri,” katanya.
Bagi KPK, kasus
Noel adalah momentum untuk membuktikan bahwa lembaga antirasuah tersebut masih
bertaring. Sebab, beberapa tahun terakhir KPK kerap dituding melemah dan
kehilangan independensi.
“Penangkapan
pejabat setingkat Wamen adalah ujian besar. KPK harus menunjukkan transparansi
dan keberanian agar publik kembali percaya,” ujar Emerson.
Ia menambahkan,
publik jangan dibiarkan skeptis. “Kalau kasus ini ditutup-tutupi atau ujungnya
bebas begitu saja, itu akan semakin menggerus kepercayaan masyarakat. Dampaknya
jauh lebih berbahaya dibanding satu orang Wamen yang terjerat kasus.”
Kini bola panas
berada di tangan penegak hukum. Noel yang pernah dikenal sebagai aktivis dan
dekat dengan berbagai kalangan politik, kini harus menghadapi kenyataan pahit:
status tersangka, sorotan publik, hingga potensi hukuman berat jika terbukti
bersalah.
Di sisi lain,
permintaan amnesti yang ia layangkan justru memperkeruh citra dirinya.
Alih-alih menumbuhkan simpati, langkah itu membuatnya semakin terpojok.
“Ini sudah bukan
sekadar kasus hukum, tapi juga krisis moral dan integritas pejabat publik. Noel
harus bertanggung jawab, bukan malah cari jalan pintas,” pungkas Emerson. (TIM)
0 komentar:
Post a Comment