Bengkulu UKN
SMA Negeri 5
Bengkulu yang selama ini dikenal sebagai salah satu sekolah unggulan di
Provinsi Bengkulu kini tengah diterpa badai besar. Reputasi sekolah yang pernah
menempati peringkat terbaik berdasarkan data LTMPT (Lembaga Tes Masuk Perguruan
Tinggi) tahun 2022 itu tercoreng oleh skandal penerimaan peserta didik baru.
1. Gempar! Wamenaker
Noel Ebenezer Terjaring OTT KPK, Terseret Dugaan Pemerasan Perusahaan
2. Drama Mencekam di
Jakarta. Kepala KCP sebuah Bank Diculik di Parkiran Mal, Dibunuh Sadis, 4
Pelaku Diciduk!
3. Akhirnya 39 kades habis masa jabatan. Kini Resmi Dikukuhkan Bupati
Lahat Bursah Zarnubi
4. Buruan, Sumsel lakukan pemutihan PKB sampai desember 2025.
6. 17 Agustus, Merdeka Benar atau Sekadar Seremonial?
Refleksi Pedih di Balik Euforia HUT RI
7. Koq, Wagub Jateng Jadi Irup Upacara 17 Agustus di
Pati, ke Mana Bupati Sudewo?
Kisruh bermula
ketika ditemukan sebanyak 72 siswa ‘siluman’ yang telah belajar selama lebih
dari sebulan, ternyata tidak tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
Padahal, mereka sudah mengikuti seluruh prosedur sebagaimana layaknya siswa
resmi: melakukan daftar ulang, mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah
(MPLS), bahkan sudah berbaur dalam proses belajar mengajar.
Namun, fakta
mengejutkan terkuaknya nama mereka tidak tercantum di sistem Dapodik. Temuan
ini membuat pihak sekolah geger, orang tua murid marah, dan publik
bertanya-tanya bagaimana mungkin siswa bisa duduk di bangku kelas tanpa status
resmi?
Awal mula kasus
ini terungkap pada pertengahan Agustus 2025, ketika pihak sekolah melakukan
pengecekan ulang terhadap data peserta didik yang sudah masuk ke sistem
Dapodik. Hasilnya, dari ratusan siswa yang diterima, ada puluhan nama yang
janggal.
Dari investigasi
internal, ternyata 72 siswa sama sekali tidak memiliki nomor induk Dapodik,
alias tidak pernah tercatat secara resmi sebagai peserta didik baru. Padahal,
hampir seluruh dari mereka sudah merasa sah menjadi siswa SMAN 5 Bengkulu,
karena telah menerima atribut sekolah, mengikuti MPLS, bahkan sudah menjalani
ujian awal semester.
Kabar ini sontak
membuat para orang tua murid terkejut. Banyak yang merasa ditipu karena mereka
yakin telah mengikuti seluruh alur pendaftaran sesuai petunjuk resmi.
Seorang wali
murid dengan suara bergetar menceritakan kepada anggota DPRD Provinsi Bengkulu
saat audiensi, Rabu (20/8/2025).
“Anak saya down,
dia menangis sepanjang hari, malu bercampur sedih. Kami ikut prosedur, bahkan
bayar semua keperluan seragam dan kegiatan sekolah. Tapi sekarang dibilang anak
saya siswa siluman. Apa salah kami?” katanya dengan mata berkaca-kaca.
Kabar pencoretan
nama mereka dari daftar resmi siswa SMAN 5 Bengkulu membuat banyak anak
terpukul. Beberapa siswa dilaporkan mengalami tekanan psikologis. Ada yang
jatuh sakit, stres, hingga menolak keluar rumah karena merasa malu dengan
lingkungan sekitar.
Seorang siswa
laki-laki kelas X dikabarkan sempat dilarikan ke klinik setelah mengalami sesak
napas akibat depresi mendengar statusnya sebagai siswa ilegal. “Dia merasa
sia-sia. Katanya, ‘Kenapa saya disuruh ikut sekolah kalau ujung-ujungnya
dibilang tidak sah?” ujar seorang kerabat.
Di sisi lain,
orang tua murid merasa dipermainkan. Mereka menuntut kejelasan siapa yang
bertanggung jawab atas munculnya 72 siswa misterius itu. Apakah murni kesalahan
teknis, atau ada praktik kecurangan dalam proses penerimaan siswa baru?
Kepala SMAN 5
Bengkulu, yang selama ini dikenal tegas dalam menegakkan disiplin, tak kuasa
menyembunyikan kemarahannya. Dalam rapat bersama komite sekolah dan perwakilan
orang tua, ia dengan lantang menyatakan keterkejutannya.
“Saya sama sekali
tidak tahu bagaimana bisa ada 72 siswa masuk tanpa Dapodik. Ini jelas bukan
prosedur resmi sekolah. Saya merasa nama baik sekolah dicoreng oleh oknum yang
tidak bertanggung jawab,” tegasnya.
Pihak sekolah
juga mengaku ikut dirugikan. Selain citra sekolah yang tercoreng, tenaga
pendidik sudah telanjur mengajar dan memperlakukan para siswa ‘siluman’
tersebut layaknya siswa resmi.
Kasus ini semakin
panas ketika mencuat dugaan adanya praktik “titipan” atau permainan dalam
penerimaan siswa baru. Beberapa orang tua mengaku diarahkan oleh pihak tertentu
untuk menitipkan anak mereka dengan janji tetap bisa bersekolah, meskipun kuota
resmi sudah penuh.
Walaupun belum
ada bukti konkret, kecurigaan publik kian menguat. DPRD Provinsi Bengkulu
bahkan sudah meminta Dinas Pendidikan setempat segera turun tangan melakukan
investigasi menyeluruh.
Ketua Komisi IV
DPRD Provinsi Bengkulu menegaskan, “Kami tidak akan tinggal diam. 72 siswa ini
bukan angka kecil. Harus ada pihak yang bertanggung jawab, apakah itu sekolah,
dinas, atau oknum luar yang bermain.”
Menanggapi
polemik ini, Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu mengaku sudah membentuk tim
khusus untuk menelusuri kasus tersebut. Menurut mereka, ada kemungkinan
siswa-siswa itu masuk melalui jalur tidak resmi.
“Kami sedang
mengumpulkan data dan keterangan dari pihak sekolah maupun orang tua murid. Jika
ditemukan adanya pelanggaran prosedur, akan ada sanksi tegas bagi pihak yang
terbukti terlibat,” kata seorang pejabat Disdik.
Sementara itu,
nasib 72 siswa masih menggantung. Orang tua murid menuntut solusi konkret agar
anak-anak mereka tetap bisa melanjutkan pendidikan tanpa trauma berkepanjangan.
“Anak-anak ini
korban. Jangan sampai masa depan mereka hancur hanya karena ulah oknum. Kami
minta pemerintah segera cari solusi, apakah penambahan kuota atau kebijakan khusus,”
desak salah satu wali murid.
Namun, sebagian
pihak menilai bahwa jika siswa siluman ini tetap diterima, maka hal itu
berpotensi melanggar aturan kuota zonasi dan merugikan calon siswa lain yang
seharusnya berhak masuk.
Skandal ini
menjadi ujian berat bagi SMAN 5 Bengkulu. Sekolah yang selama ini dibanggakan
karena prestasi akademik dan kedisiplinan kini dipertanyakan integritasnya.
Kasus 72 siswa
siluman ini bukan hanya soal administrasi, melainkan juga menyangkut
transparansi, keadilan, dan masa depan generasi muda. Jika tidak segera
diselesaikan dengan bijak, kisruh ini bisa berlarut-larut dan meninggalkan luka
mendalam bagi dunia pendidikan di Bengkulu.
Hingga kini, publik
masih menunggu hasil investigasi resmi. Di satu sisi, orang tua murid menuntut
keadilan agar anak-anak mereka tidak menjadi korban. Di sisi lain, sekolah dan
dinas pendidikan harus menjaga aturan agar tidak muncul preseden buruk di masa
depan.
Satu hal yang
pasti, kasus 72 siswa siluman ini telah membuka mata masyarakat tentang betapa
rawannya proses penerimaan siswa baru jika tidak diawasi ketat. Dan di tengah
kegaduhan itu, masa depan puluhan anak tengah dipertaruhkan. (TIM)
0 komentar:
Post a Comment