SUKSESKAN SPI KPK TAHUN 2025
Opini By : Ismail Marzuki
No. Reg. : Pak.915.0.000742023
Survey Penilaian Integritas (SPI) yang digagas oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) sejatinya dirancang sebagai alat ukur untuk mengetahui tingkat
integritas instansi pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Namun,
fakta di lapangan justru menunjukkan fenomena yang cukup ironis: banyak
pemerintah daerah, baik kabupaten/kota maupun provinsi, memandang sebelah mata
program strategis ini.
Baca Juga :
1. Korupsi Musuh Bersama Integritas Harga Mati.
2. Pemkot Lubuk Linggau naikan PBB 200 %, warga mengeluh
3. Ogan Ilir memanasi ! Masyarakat demo di mapolres Ogan Ilir
4. Bupati Empat Lawang Bongkar Pasar Pulau Mas
5. Membongkar Pola Gelap Korupsi Haji
SPI adalah Alat Diagnosa yang Sering Diremehkan
Survey Penilaian Integritas sejatinya berfungsi layaknya cermin yang
memperlihatkan kondisi nyata tentang tata kelola, integritas, serta potensi
praktik korupsi di lingkungan birokrasi. Melalui metode survei, baik dari
pegawai internal maupun masyarakat eksternal yang berhubungan dengan layanan
publik, KPK bisa mengukur seberapa besar potensi penyimpangan yang terjadi.
1. BACA JUGA :
2. Pati Memanas! Ribuan Warga Geruduk Kantor Bupati, Keranda Mayat dan
Truk Tronton Jadi Simbol Perlawanan Sudewo Mundur atau Dilengserkan!
3. Dana Hibah KONI 2023, seret 30 saksi dan Uang Rp 250 Juta Diamankan
oleh Kejari Lahat
4. Ini loh kronologis
kasus CSR BI dan OJK yang melibatkan legeslator RI
5. KPK Sudah Kantongi Nama!. Dua Anggota DPR Terseret
Kasus Korupsi Dana CSR Bank Indonesia.
Namun, banyak pemerintah daerah hanya memperlakukan SPI sebagai
formalitas belaka. Data menunjukkan sebagian besar pejabat daerah belum
menjadikan hasil SPI sebagai bahan evaluasi serius untuk memperbaiki tata
kelola. Alasan klasiknya beragam mulai dari ketidakpahaman fungsi SPI,
keterbatasan sumber daya manusia, hingga anggapan bahwa skor SPI tidak
berdampak langsung pada kinerja keuangan daerah. Padahal, rendahnya skor SPI
seharusnya menjadi alarm keras bahwa ada masalah serius dalam integritas
birokrasi. Sayangnya, alarm itu kerap diabaikan.
Ada beberapa faktor yang membuat pemerintah daerah tampak setengah hati
menghadapi SPI diantaranya :
1. Tidak
Ada Sanksi Langsung
Berbeda dengan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
yang berpengaruh pada pencairan dana atau pengelolaan APBD, skor SPI tidak
memiliki konsekuensi hukum atau administratif yang langsung terasa. Akibatnya,
pemda cenderung santai dan tidak merasa terancam meskipun skornya rendah.
2. Kurangnya
Pemahaman
Banyak pejabat daerah menganggap SPI sekadar survei
tahunan tanpa menyadari bahwa ini adalah instrumen untuk menilai integritas dan
risiko korupsi. Minimnya sosialisasi atau penekanan dari KPK maupun Kemendagri
membuat program ini tidak masuk dalam prioritas.
3. Budaya
Formalitas
Di banyak daerah, partisipasi dalam SPI dilakukan
hanya untuk memenuhi kewajiban administratif. Hasil survei tidak dianalisis,
tidak dibahas dalam rapat evaluasi, dan akhirnya tidak ditindaklanjuti.
4. Takut,
Tapi Tak Peduli
Meski ada rasa “takut” karena ini program KPK, rasa
takut itu tidak cukup untuk mendorong aksi nyata. Mereka takut dicap
mengabaikan, tapi tidak cukup peduli untuk menindaklanjuti hasilnya.
Akibatnya maka akan berdampak buruk jika dibiarkan. Mengabaikan SPI
jelas bukan hal sepele. Ada setidaknya tiga dampak besar yang bisa muncul jika
pemerintah daerah terus memandang enteng survei integritas ini diantaranya :
1. Risiko
Korupsi Meningkat
Tanpa evaluasi serius, potensi praktik korupsi
dalam pengadaan barang dan jasa, mutasi jabatan, atau pemberian izin usaha bisa
semakin marak.
2. Kepercayaan
Publik Merosot.
Masyarakat akan makin kehilangan kepercayaan pada
birokrasi jika skor SPI rendah namun tidak ada langkah perbaikan nyata.
3. Pembangunan
Daerah Terganggu.
Integritas yang rendah akan berimbas pada kualitas
pembangunan. Anggaran bisa bocor, proyek tidak tepat sasaran, dan pelayanan
publik makin buruk.
Dengan kata lain, mengabaikan SPI sama saja membiarkan potensi kerusakan
birokrasi tumbuh subur.
Untuk itu perlu mengubah mindset dari formalitas ke evaluasi nyata.
Jika pemerintah daerah ingin serius membangun birokrasi yang bersih, ada
beberapa langkah yang perlu segera dilakukan yaitu :
1. Menempatkan
SPI Sebagai Indikator Kinerja
Hasil survei harus dimasukkan ke dalam agenda
evaluasi kinerja tahunan. Kepala daerah bisa menjadikannya salah satu tolok
ukur keberhasilan organisasi.
2. Tindak
Lanjut Konkret
Bukan sekadar menerima skor, tapi juga menyusun
rencana aksi nyata. Misalnya, jika ada keluhan masyarakat soal pungutan liar,
pemda wajib menindaklanjutinya dengan kebijakan pencegahan dan pengawasan.
3. Transparansi
Hasil SPI
Hasil survei perlu dipublikasikan secara terbuka
agar masyarakat tahu posisi integritas daerah mereka. Transparansi ini
sekaligus menjadi tekanan moral bagi pemda untuk berbenah.
4. Kolaborasi
dengan KPK dan Masyarakat dan atau penyuluh anti korupsi yang tersetifikasi.
Pemda perlu membuka diri untuk bekerja sama, baik
dengan KPK maupun organisasi masyarakat sipil, guna memperkuat sistem
integritas.
Fenomena mengabaikan SPI menunjukkan masih kuatnya budaya birokrasi yang
hanya peduli pada aspek yang terlihat dan berdampak langsung, sementara upaya
membangun integritas dianggap pekerjaan sekunder. Padahal, tanpa integritas,
pembangunan daerah akan selalu pincang.
KPK memang tidak bisa sendirian mendorong perubahan. Perlu kesadaran
kolektif dari kepala daerah, birokrat, hingga masyarakat sipil untuk menjadikan
SPI sebagai kompas moral yang mengarahkan jalannya pemerintahan daerah.
Jika pemerintah daerah terus memandang rendah survei ini, maka yang rugi
bukan hanya skor di atas kertas, melainkan masa depan birokrasi yang bersih,
transparan, dan berpihak pada rakyat.
Akhirnya, Survey Penilaian Integritas KPK seharusnya menjadi alarm
penting bagi pemerintah daerah untuk mengevaluasi dan memperbaiki diri. Namun,
jika masih dipandang rendah, Indonesia akan terus terjebak dalam lingkaran
masalah korupsi yang tak kunjung usai.
Pertanyaannya kini sederhana, apakah pemerintah daerah mau berbenah dan menjadikan SPI sebagai cermin untuk memperbaiki wajah birokrasi, atau terus membiarkan skor integritas rendah tanpa rasa malu? (Ismail Marzuki, Penyuluh Anti Korupsi LSP KPK No reg : Pak.915.0.000742023)
0 komentar:
Post a Comment