Sunday, August 17, 2025

Terungkap! Mengapa Banyak Pemda Anggap Remeh Survey Integritas KPK, Padahal Taruhannya Sangat Besar

SUKSESKAN SPI KPK TAHUN 2025

Opini By : Ismail Marzuki

No. Reg. : Pak.915.0.000742023

Survey Penilaian Integritas (SPI) yang digagas oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejatinya dirancang sebagai alat ukur untuk mengetahui tingkat integritas instansi pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah. Namun, fakta di lapangan justru menunjukkan fenomena yang cukup ironis: banyak pemerintah daerah, baik kabupaten/kota maupun provinsi, memandang sebelah mata program strategis ini.

Baca Juga :

1.    Korupsi Musuh Bersama Integritas Harga Mati.

2.    Pemkot Lubuk Linggau naikan PBB 200 %, warga mengeluh

3.    Ogan Ilir memanasi ! Masyarakat demo di mapolres Ogan Ilir

4.    Bupati Empat Lawang Bongkar Pasar Pulau Mas

5.    Membongkar Pola Gelap Korupsi Haji

 
Mereka seperti tidak sungguh-sungguh memahami arti penting SPI. Meski ada rasa takut untuk mengabaikannya karena statusnya sebagai program resmi KPK, sikap setengah hati tetap terlihat jelas. Skor rendah dari SPI pun acapkali dianggap sekadar angka tanpa konsekuensi nyata. Lalu, mengapa fenomena ini bisa terjadi, dan apa dampak seriusnya jika dibiarkan berlarut-larut?

SPI adalah Alat Diagnosa yang Sering Diremehkan

Survey Penilaian Integritas sejatinya berfungsi layaknya cermin yang memperlihatkan kondisi nyata tentang tata kelola, integritas, serta potensi praktik korupsi di lingkungan birokrasi. Melalui metode survei, baik dari pegawai internal maupun masyarakat eksternal yang berhubungan dengan layanan publik, KPK bisa mengukur seberapa besar potensi penyimpangan yang terjadi.

1.     BACA JUGA :

2.    Pati Memanas! Ribuan Warga Geruduk Kantor Bupati, Keranda Mayat dan Truk Tronton Jadi Simbol Perlawanan Sudewo Mundur atau Dilengserkan!

3.    Dana Hibah KONI 2023, seret 30 saksi dan Uang Rp 250 Juta Diamankan oleh Kejari Lahat

4.    Ini loh kronologis kasus CSR BI dan OJK yang melibatkan legeslator RI

5.    KPK Sudah Kantongi Nama!. Dua Anggota DPR Terseret Kasus Korupsi Dana CSR Bank Indonesia.

Namun, banyak pemerintah daerah hanya memperlakukan SPI sebagai formalitas belaka. Data menunjukkan sebagian besar pejabat daerah belum menjadikan hasil SPI sebagai bahan evaluasi serius untuk memperbaiki tata kelola. Alasan klasiknya beragam mulai dari ketidakpahaman fungsi SPI, keterbatasan sumber daya manusia, hingga anggapan bahwa skor SPI tidak berdampak langsung pada kinerja keuangan daerah. Padahal, rendahnya skor SPI seharusnya menjadi alarm keras bahwa ada masalah serius dalam integritas birokrasi. Sayangnya, alarm itu kerap diabaikan.

Ada beberapa faktor yang membuat pemerintah daerah tampak setengah hati menghadapi SPI diantaranya :

1.    Tidak Ada Sanksi Langsung

Berbeda dengan opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berpengaruh pada pencairan dana atau pengelolaan APBD, skor SPI tidak memiliki konsekuensi hukum atau administratif yang langsung terasa. Akibatnya, pemda cenderung santai dan tidak merasa terancam meskipun skornya rendah.

2.    Kurangnya Pemahaman

Banyak pejabat daerah menganggap SPI sekadar survei tahunan tanpa menyadari bahwa ini adalah instrumen untuk menilai integritas dan risiko korupsi. Minimnya sosialisasi atau penekanan dari KPK maupun Kemendagri membuat program ini tidak masuk dalam prioritas.

3.    Budaya Formalitas

Di banyak daerah, partisipasi dalam SPI dilakukan hanya untuk memenuhi kewajiban administratif. Hasil survei tidak dianalisis, tidak dibahas dalam rapat evaluasi, dan akhirnya tidak ditindaklanjuti.

4.    Takut, Tapi Tak Peduli

Meski ada rasa “takut” karena ini program KPK, rasa takut itu tidak cukup untuk mendorong aksi nyata. Mereka takut dicap mengabaikan, tapi tidak cukup peduli untuk menindaklanjuti hasilnya.

Akibatnya maka akan berdampak buruk jika dibiarkan. Mengabaikan SPI jelas bukan hal sepele. Ada setidaknya tiga dampak besar yang bisa muncul jika pemerintah daerah terus memandang enteng survei integritas ini diantaranya :

1.    Risiko Korupsi Meningkat

Tanpa evaluasi serius, potensi praktik korupsi dalam pengadaan barang dan jasa, mutasi jabatan, atau pemberian izin usaha bisa semakin marak.

2.    Kepercayaan Publik Merosot.

Masyarakat akan makin kehilangan kepercayaan pada birokrasi jika skor SPI rendah namun tidak ada langkah perbaikan nyata.

3.    Pembangunan Daerah Terganggu.

Integritas yang rendah akan berimbas pada kualitas pembangunan. Anggaran bisa bocor, proyek tidak tepat sasaran, dan pelayanan publik makin buruk.

Dengan kata lain, mengabaikan SPI sama saja membiarkan potensi kerusakan birokrasi tumbuh subur.

Untuk itu perlu mengubah mindset dari formalitas ke evaluasi nyata.

Jika pemerintah daerah ingin serius membangun birokrasi yang bersih, ada beberapa langkah yang perlu segera dilakukan yaitu :

1.    Menempatkan SPI Sebagai Indikator Kinerja

Hasil survei harus dimasukkan ke dalam agenda evaluasi kinerja tahunan. Kepala daerah bisa menjadikannya salah satu tolok ukur keberhasilan organisasi.

2.    Tindak Lanjut Konkret

Bukan sekadar menerima skor, tapi juga menyusun rencana aksi nyata. Misalnya, jika ada keluhan masyarakat soal pungutan liar, pemda wajib menindaklanjutinya dengan kebijakan pencegahan dan pengawasan.

3.    Transparansi Hasil SPI

Hasil survei perlu dipublikasikan secara terbuka agar masyarakat tahu posisi integritas daerah mereka. Transparansi ini sekaligus menjadi tekanan moral bagi pemda untuk berbenah.

4.    Kolaborasi dengan KPK dan Masyarakat dan atau penyuluh anti korupsi yang tersetifikasi.

Pemda perlu membuka diri untuk bekerja sama, baik dengan KPK maupun organisasi masyarakat sipil, guna memperkuat sistem integritas.

Fenomena mengabaikan SPI menunjukkan masih kuatnya budaya birokrasi yang hanya peduli pada aspek yang terlihat dan berdampak langsung, sementara upaya membangun integritas dianggap pekerjaan sekunder. Padahal, tanpa integritas, pembangunan daerah akan selalu pincang.

KPK memang tidak bisa sendirian mendorong perubahan. Perlu kesadaran kolektif dari kepala daerah, birokrat, hingga masyarakat sipil untuk menjadikan SPI sebagai kompas moral yang mengarahkan jalannya pemerintahan daerah.

Jika pemerintah daerah terus memandang rendah survei ini, maka yang rugi bukan hanya skor di atas kertas, melainkan masa depan birokrasi yang bersih, transparan, dan berpihak pada rakyat.

Akhirnya, Survey Penilaian Integritas KPK seharusnya menjadi alarm penting bagi pemerintah daerah untuk mengevaluasi dan memperbaiki diri. Namun, jika masih dipandang rendah, Indonesia akan terus terjebak dalam lingkaran masalah korupsi yang tak kunjung usai.

Pertanyaannya kini sederhana, apakah pemerintah daerah mau berbenah dan menjadikan SPI sebagai cermin untuk memperbaiki wajah birokrasi, atau terus membiarkan skor integritas rendah tanpa rasa malu? (Ismail Marzuki, Penyuluh Anti Korupsi LSP KPK No reg : Pak.915.0.000742023) 

Share:

0 komentar:

Featured Post

Waduh ! Wamenaker Noel Jadi Dalang Pemerasan Sertifikat K3, 11 Orang Dijadikan Tersangka KPK

SEKDIS PENDIDIKAN

KABID SMP DISDIK EMPAT LAWANG

KABID KESMAS

KABID SDA DINAS PUPR 4L

KABAG KESRA EMPAT LAWANG

KABAG UMUM EMPAT LAWANG

KABAG TAPEM

SMAN 1 LK

SMAN 1 SALING

SMAN 1 PENDOPO

SMAN 3 TEBING TINGGI

SMAN 1 MUARA PINANG 4 L

SMKN 1 EMPAT LAWANG

SMKN 2 EMPAT LAWANG

SMP N 2 TT

SDN 1 TALANG PADANG

KADES KARANG ARE TP

KADES KEMBAHANG BARU

KADES ULAK DABUK TP

PJ. KADES MEKAR JAYA TB. TINGGI

SD NEGERI 24 TBG. TINGGI

Cari di web ini

Tag