Pati UKN
Hari ini, Rabu (13/8/2025) menjadi hari yang tak akan dilupakan warga
Kabupaten Pati. Sejak pagi, ribuan massa yang tergabung dalam Aliansi
Masyarakat Pati Bersatu memadati Alun-alun Pati dan Kantor Bupati. Meski
kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2) hingga 250% telah
dibatalkan, kemarahan rakyat ternyata tak surut.
Massa datang dengan tuntutan yang jauh lebih luas, menyasar
kebijakan-kebijakan lain yang dinilai menyengsarakan rakyat dan mencerminkan
arogansi kekuasaan. “Bukan soal PBB saja, ini soal keseluruhan kepemimpinan
yang gagal mendengar suara rakyat,” tegas Teguh Istiyanto, Koordinator Donasi
Masyarakat Pati Bersatu.
Baca Juga : Dana Hibah KONI 2023, seret 30 saksi dan Uang Rp250 Juta Diamankan oleh Kejari Lahat
BacaJuga : Ini loh kronologis kasus CSR BI dan OJK yang melibatkan legeslator RI
Baca Juga: Bupati Pati naikan PPB 250% di demowarga
![]() |
foto istimewa |
1. Massa
menilai Sudewo gagal memimpin dan tak layak melanjutkan masa jabatannya.
2. Ada
dorongan agar Komisi Pemberantasan Korupsi turun tangan memeriksa kebijakan dan
proyek di Pati.
3. Batalkan
Kebijakan Lima Hari Sekolah
Mereka menilai kebijakan ini membebani keluarga dan
memengaruhi kualitas pendidikan anak.
4. Hentikan
Program Regrouping Sekolah
Penyatuan sekolah dianggap mengorbankan banyak guru
honorer yang kehilangan pekerjaan.
5. Penuhi
Hak Eks Karyawan Honorer RSUD RAA Soewondo
Massa mendesak pembayaran pesangon bagi tenaga
honorer yang diberhentikan secara sepihak.
Sejak pukul 08.20 WIB, jalanan di sekitar Kantor Bupati berubah jadi
lautan massa. Tak hanya spanduk dan poster, warga membawa keranda mayat sebagai
simbol “matinya nurani pemimpin” dan memarkir truk tronton tepat di depan
kantor Bupati, memblokir akses.
Salah satu spanduk paling mencolok bertuliskan : “BUPATI PATI SUDEWO
MUNDUR SECARA KESATRIA ATAU DILENGSERKAN RAKYAT SECARA PAKSA*
Kata-kata itu menjadi sorakan kolektif yang bergema setiap kali orator
mengangkat mikrofon.
Husein, Koordinator Aliansi Masyarakat Pati Bersatu, tak henti-hentinya
menyemangati massa. Dari atas mobil komando, ia berteriak, “Hari ini Bupati
Sudewo harus lengser! Kalau tidak, rakyat yang akan melengserkannya!”
Seruan itu disambut ribuan warga yang membalas dengan yel-yel: “Lengser!
Lengser! Lengser!”
Teguh Istiyanto menegaskan bahwa meski kebijakan kenaikan PBB 250% sudah
dibatalkan, luka warga terlalu dalam. Mereka masih mengingat deretan kebijakan
yang memicu gelombang penolakan :
1. Kebijakan
lima hari sekolah yang dianggap memutus interaksi sosial anak dan menambah
beban keluarga.
2. Regrouping
sekolah yang memaksa banyak guru honorer berhenti mengabdi karena sekolah
digabung.
3. Pemecatan
honorer RSUD RAA Soewondo tanpa pesangon, yang memutus mata pencaharian puluhan
keluarga.
“Ini bukan lagi soal satu kebijakan, ini soal pola kepemimpinan yang
tidak berpihak pada rakyat,” tegasnya.
Aksi besar ini membuat jalur utama di pusat kota lumpuh total. Polisi
dan Satpol PP berjaga ketat, mengalihkan arus lalu lintas. Beberapa pedagang
kaki lima justru memanfaatkan momentum ini untuk berdagang di tengah kerumunan,
menciptakan suasana mirip pasar rakyat yang panas oleh isu politik.
Di sisi lain, petugas medis disiagakan untuk mengantisipasi jika ada
peserta aksi yang jatuh sakit. Beberapa massa terlihat membawa bekal dan tikar,
menandakan kesiapan mereka bertahan lama.
Informasi yang beredar menyebutkan, jika dalam hitungan hari tuntutan
tak dipenuhi, aksi akan berlanjut dengan skala lebih besar. Kelompok mahasiswa,
petani, dan pedagang pasar disebut siap bergabung. “Gelombang kedua akan lebih
besar. Ini baru pemanasan,” ujar salah satu tokoh aksi.
Hingga berita ini diturunkan, Bupati Sudewo belum mengeluarkan
pernyataan resmi. Aktivitas di Kantor Bupati tampak terbatas, dengan beberapa
staf keluar-masuk dalam suasana tegang. Publik kini menanti apakah Sudewo akan
memilih mundur secara terhormat atau bersiap menghadapi eskalasi yang lebih
besar.
Yang jelas, Pati kini berada di titik kritis. Aksi 13 Agustus 2025
menjadi penanda bahwa hubungan antara rakyat dan pemimpinnya sedang berada di
jurang ketidakpercayaan. Jika tidak ada langkah cepat, bara kemarahan ini bisa
berubah menjadi api yang sulit dipadamkan. (TIM)
0 komentar:
Post a Comment