Jakarta UKN
Publik kembali dibuat terhenyak. Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) membongkar dugaan praktik korupsi dana Corporate Social
Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang
menyeret dua legislator DPR RI. Salah satunya adalah Heri Gunawan, anggota
Komisi XI, yang diduga menyulap miliaran rupiah dana sosial menjadi rumah
makan, outlet minuman, properti mewah, hingga kendaraan pribadi.
Baca Juga : Mengapa Rumah dinas Jampidsus dijaga TNI.
Baca Juga : Awas tanah warisan bersertifikat bisadisita negara
Baca Juga: Bupati Pati naikan PPB 250% di demowarga
![]() |
foto : istimewa |
Berdasarkan hasil penyelidikan, KPK mengungkap bahwa antara
tahun 2020 hingga 2022, Komisi XI DPR RI
yang memiliki wewenang mengatur anggaran BI dan OJK menggelar sejumlah rapat tertutup. Dari sinilah
pintu penyalahgunaan dana terbuka lebar.
Dalam rapat-rapat itu, disepakati alokasi dana CSR dari BI
dan OJK untuk kegiatan sosial yang diklaim akan disalurkan kepada masyarakat
melalui anggota Komisi XI. Sebagai figur berpengaruh, Heri Gunawan kemudian
menunjuk sejumlah yayasan dan rumah aspirasi
yang ia kelola langsung maupun lewat orang kepercayaannya.
Namun, seperti yang sering terjadi dalam praktik korupsi,
niat mulia di atas kertas hanya menjadi kamuflase. Alih-alih membantu rakyat,
sebagian besar dana justru disedot untuk kepentingan pribadi.
KPK mengungkap, total dana yang diduga dinikmati Heri
Gunawan mencapai Rp15,86 miliar. Rinciannya mencengangkan:
1. Rp6,26 miliar dari BI
2. Rp7,64 miliar dari OJK
3. Rp1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI lainnya
Demi menyamarkan jejak, dana tersebut dialirkan ke rekening
penampung khusus yang dibuka atas nama staf pribadi. Selanjutnya, uang tersebut
dibelanjakan untuk :
1. Pembelian tanah dan bangunan
2. Pembangunan rumah makan
3. Pengelolaan outlet minuman
4. Pembelian mobil mewah
“HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk
kepentingan pribadi, di antaranya pembangunan rumah makan, pengelolaan outlet
minuman, pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,”
ungkap Deputi Penindakan KPK, Asep, saat konferensi pers.
Tidak hanya berhenti pada penyalahgunaan dana, penyidikan
KPK juga menemukan dugaan rekayasa laporan kegiatan sosial. Salah satu contoh
yang mencolok adalah proposal pembangunan 10 rumah untuk warga miskin.
Faktanya, hanya dua unit rumah yang benar-benar dibangun.
Sisanya? Hanya dilengkapi dokumentasi palsu untuk memenuhi
laporan pertanggungjawaban (LPJ), sehingga di mata pihak donor, program
terlihat berjalan sempurna.
Modus ini disebut sebagai double game yang memanfaatkan nama
kegiatan sosial untuk mengeruk keuntungan pribadi, sekaligus memanipulasi
laporan agar lolos audit internal maupun eksternal.
Sebagai anggota Komisi XI, Heri Gunawan memiliki posisi
strategis. Komisi ini bukan hanya membahas anggaran, tapi juga mempunyai
pengaruh besar terhadap kebijakan keuangan negara, termasuk persetujuan dana
CSR lembaga seperti BI dan OJK. Dengan jabatan itu, jalur dana sosial ke yayasan pilihannya
nyaris tanpa hambatan.
Sumber internal di Senayan menyebut, praktik serupa diduga
bukan hanya dilakukan oleh satu atau dua orang anggota DPR, tetapi menjadi pola
sistemik. Dana CSR yang semestinya menjadi instrumen pemberdayaan rakyat kerap
berubah menjadi alat politik dan ladang bisnis pribadi.
Dalam kasus ini, KPK menjerat Heri Gunawan dengan pasal
korupsi dan pencucian uang. Pasal ini memungkinkan penuntut menjerat pelaku
tidak hanya karena menggelapkan dana publik, tetapi juga karena mengubah hasil
kejahatan menjadi aset legal.
Penyidik KPK juga sedang menelusuri aliran dana ke pihak
lain, termasuk dugaan adanya peran legislator kedua yang namanya masih
dirahasiakan. “Kami pastikan pengembangan perkara ini akan menyasar semua pihak
yang terlibat, tidak peduli jabatannya,” tegas Asep.
Kasus ini menambah daftar panjang skandal korupsi yang
melibatkan wakil rakyat. Bagi publik, fakta bahwa dana bantuan sosial yang seharusnya menyentuh kelompok paling
rentan justru diselewengkan, menjadi
tamparan keras bagi integritas parlemen.
Pengamat politik menilai, ini adalah ironi besar. Saat
rakyat berjuang melewati krisis ekonomi, wakilnya di parlemen justru menyulap
dana sosial menjadi warung makan dan properti pribadi.
Kini, publik menunggu langkah KPK berikutnya. Apakah kasus
ini akan membuka kotak Pandora praktik gelap di tubuh DPR, atau justru menguap
seperti skandal-skandal sebelumnya?
Yang jelas, aroma tajam kasus ini baru saja tercium, dan
semua mata sedang mengarah ke gedung KPK dan Senayan. (TIM)
0 komentar:
Post a Comment