Lubuk Linggau, UKN
Polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kini bukan hanya
mengguncang daerah Jawa, tetapi juga merambah ke Sumatera. Di Kota
Lubuklinggau, Sumatera Selatan, warga dibuat terkejut setelah pemerintah kota
menerapkan kenaikan PBB hingga 200%. Kebijakan ini sontak menimbulkan pro kontra
di tengah masyarakat yang masih berjuang menghadapi kondisi ekonomi
pasca-pandemi dan lonjakan harga kebutuhan pokok.
Baca Juga :
1. Bupati Empat Lawang Bongkar Pasar Pulau Mas
2. Ogan Ilir memanasi ! Masyarakat demo di mapolres Ogan Ilir
3. Membongkar Pola Gelap Korupsi Haji
4. Pati Memanas! Ribuan Warga Geruduk Kantor Bupati, Keranda Mayat dan
Truk Tronton Jadi Simbol Perlawanan Sudewo Mundur atau Dilengserkan!
5. Dana Hibah KONI 2023, seret 30 saksi dan Uang Rp 250 Juta Diamankanoleh Kejari Lahat
6. Ini loh kronologiskasus CSR BI dan OJK yang melibatkan legeslator RI
7. KPK Sudah Kantongi Nama!. Dua Anggota DPR Terseret
Kasus Korupsi Dana CSR Bank Indonesia.
Wali Kota Lubuklinggau, Rachmat Hidayat, akhirnya buka suara menanggapi kegelisahan masyarakat. Menurutnya, kenaikan tersebut bukanlah keputusan yang dibuat secara tiba-tiba, melainkan kebijakan yang sudah dirancang sejak periode pemerintahan sebelumnya.
“Kenaikannya memang hampir 200%, tapi setelah kami evaluasi, nilai itu
masih di bawah harga pasar. Ini dilakukan setelah diberlakukannya ZNT (Zona Nilai Tanah). Artinya, harga PBB
tidak bisa lagi sama dengan harga tanah di luar pasar. Justru, dalam kondisi
ini masyarakat sebenarnya tetap diuntungkan,” ujar Rachmat, Jumat (15/8/2025). Namun
demikian, ia mengakui bahwa kebijakan tersebut tetap membutuhkan kajian ulang
agar tidak semakin membebani rakyat.
Isu kenaikan PBB memang sedang menjadi perbincangan nasional.
Sebelumnya, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, diguncang aksi demonstrasi
besar-besaran setelah bupati setempat memberlakukan kenaikan PBB hingga 250%. Fenomena tersebut langsung viral dan
memicu diskusi publik mengenai relevansi dan keadilan penyesuaian pajak di
tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.
Warga Lubuklinggau pun mulai membandingkan kebijakan di daerahnya dengan
yang terjadi di Pati. Beberapa kelompok masyarakat bahkan mulai melontarkan
suara kritis di media sosial, mempertanyakan apakah kebijakan tersebut
benar-benar untuk kepentingan pembangunan daerah atau sekadar menambah
pendapatan asli daerah (PAD) tanpa memikirkan beban rakyat kecil.
Pemkot beralasan bahwa Masih Di Bawah Harga Pasar.
Pemerintah Kota Lubuk Linggau berdalih bahwa kenaikan PBB merupakan
konsekuensi dari pembaruan nilai jual objek pajak (NJOP) melalui sistem ZNT.
Dengan sistem tersebut, nilai tanah ditentukan berdasarkan harga pasar
sebenarnya, bukan lagi sekadar estimasi lama yang dianggap sudah ketinggalan
zaman.
“Kalau harga tanah di pasaran sudah melonjak, sementara NJOP masih pakai
hitungan lama, jelas ada ketimpangan. PBB ini sebenarnya disesuaikan agar lebih
realistis,” terang Rachmat. Namun, pernyataan itu belum sepenuhnya menenangkan
masyarakat. Banyak warga merasa kenaikan hingga 200% terlalu drastis. Seorang
warga Kelurahan Taba Jemekeh, misalnya, mengaku kaget setelah menerima tagihan
PBB tahun ini.
“Biasanya saya bayar PBB Rp 300 ribu, sekarang tiba-tiba jadi Rp 600
ribu lebih. Gaji saja tidak naik, malah pajak naik tinggi. Ini memberatkan
sekali,” keluhnya.
Pemkot juga berjanji memberikan Stimulus untuk Warga Kurang Mampu.
Menyadari adanya potensi gejolak sosial, Wali Kota Rachmat menyampaikan
rencana pemberian stimulus berupa pembebasan PBB bagi masyarakat berpenghasilan
rendah.
“Kalaupun PBB tetap diberlakukan dengan nilai sekarang, kita akan
evaluasi skema stimulus. Untuk masyarakat berpenghasilan rendah, PBB akan kita
nihilkan. Artinya, mereka tidak akan dibebani sama sekali,” jelasnya.
Kebijakan stimulus ini diharapkan dapat meredam keresahan warga
sekaligus menunjukkan bahwa pemerintah tidak abai terhadap kondisi ekonomi
masyarakat. Namun, sejauh ini, mekanisme teknis dan kriteria penerima stimulus
belum dijelaskan secara rinci.
Pemkot Lubuk Linggau mendapat dilema antara PAD dan Beban Rakyat.
Kenaikan PBB sesungguhnya tidak lepas dari upaya pemerintah daerah untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan naiknya pajak, daerah
berharap memiliki ruang fiskal yang lebih besar untuk pembangunan
infrastruktur, pelayanan publik, hingga kesejahteraan masyarakat. Namun,
menurut sejumlah pengamat, kebijakan fiskal semacam ini harus dilakukan secara
hati-hati.
“Pajak adalah instrumen penting untuk pembangunan, tapi harus realistis
dengan daya beli masyarakat. Kalau kenaikan terlalu drastis, justru bisa
kontraproduktif, menimbulkan keresahan, bahkan menurunkan kepatuhan wajib
pajak,” ungkap salah satu analis kebijakan publik dari Universitas Sriwijaya.
Kini warga menunggu Langkah Nyata dari Pemkot Lubuk Linggau.
Seiring viralnya polemik kenaikan PBB di berbagai daerah, masyarakat
Lubuklinggau kini menanti langkah konkret dari pemkot. Janji evaluasi dan stimulus
dinilai harus segera diwujudkan agar tidak menimbulkan gelombang protes lebih
besar.
Bagi warga kelas menengah dan bawah, PBB yang naik hingga dua kali lipat
jelas menambah tekanan. Apalagi, saat ini harga sembako, listrik, hingga biaya
pendidikan terus meningkat.
“Kalau terus naik begini, bagaimana kami bisa bertahan? Harusnya
pemerintah memikirkan cara lain untuk menambah PAD, bukan membebani rakyat
kecil,” ujar seorang pedagang di Pasar Inpres Lubuklinggau.
Pemerintah Kota Lubuk Linggau mempunyai harapan namun juga kekhawatiran
Polemik kenaikan PBB di Lubuklinggau mencerminkan dilema klasik yang
dihadapi banyak pemerintah daerah: mencari keseimbangan antara kebutuhan fiskal
untuk pembangunan dan kemampuan masyarakat dalam membayar pajak.
Wali Kota Rachmat Hidayat kini berada di persimpangan penting. Di satu
sisi, ia ingin meningkatkan PAD demi pembangunan daerah. Namun di sisi lain,
tekanan publik bisa menjadi bumerang jika kebijakan tidak segera dievaluasi.
Apakah Lubuklinggau akan mengikuti jejak Pati yang dilanda gelombang
protes, atau justru mampu menemukan solusi bijak yang menenangkan rakyat
sekaligus menjaga keberlanjutan pembangunan? Jawabannya masih dinantikan,
sementara keresahan warga terus menguat. (diambil dari berbgai sumber media /TIM)
0 komentar:
Post a Comment