Tuesday, September 19, 2023

KRIMINALISASI PETANI PEMILIK TANAH DIDESA OLEH OKNUM PEJABAT DESA

 Oleh : ADV Fhareza Muhammad Gahar, S.H.,M.H.,CPM.,C.FLS.,C.NSP.,C.FTax

Sebuah catatan kritis praktisi hukum

Setiap warga negara Indonesia berhak atas memiliki tanah yang dikuasainya dan berhak untuk mendaftarkan objek diatas tanahnya sendiri. Tetapi saat ini maraknya perbuatan tercela yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu sehingga sering mencari celah untuk pengambil-alihan tanah yang bukan miliknya dari pemilik tanah yang sebenarnya. 


Hal ini kerap terjadi karena susahnya si pemilik tanah untuk membuat surat menyurat di atas tanah yang dimilikinya. Dengan berbagai alasan terkadang pejabat desa berdalih kalau untuk membuat surat diatas tanah tersebut harus ada dasar sebelumnya. Perlu diketahui Kebanyakan tanah perkebunan yang dimiliki oleh para petani tidak ada surat jual beli atau pun peralihan hak dalam bentuk tertulis dan hal ini sering  terjadi di tahun 1980an dan/atau 1990 an. Para petani terkadang dalam peralihannya memiliki tanah hanya menukarkan tanah dengan hewan ternak, terkadang mereka menukarkan tanahnya dengan tanah dilokasi lain (saling tukar guling), ataupun jual beli tanah hanya secara lisan dengan pembayaran langsung cash tanpa adanya surat menyurat apapun.

Baca juga : Siap – Siap, pemkab Empat Lawang – Sumsel buka lowongan test P3K akhir tahun 2023

Kemudian ada pula tanah yang awalnya digarap oleh orang lain tetapi karena tanahnya dirasa kurang subur atau orang tersebut mau beralih profesi maka tanahnya ditinggalkan dan/atau di berikan begitu saja kepada orang lain yang mau memanfaatkannya. Ini sama halnya dengan peralihan tanah tersebut tanpa tertulis atau terdokumentasi dengn baik. Hal ini terjadi  karena diwaktu itu tanah perkebunan belum begitu bernilai secara ekonomis. 

Sebagai contoh, ada petani yang sampai dengan sekarang, tanah tersebut telah dikuasainya dan ditanami oleh petani tersebut selama lebih dari 25 tahunan. Pada saat sang petani ini mau mengesahkan dengan membuat surat menyurat atas tanah yang telah digarapnya dan dimilikinya selama bertahun-tahun, maka ada oknum pejabat desa yang tidak berkenan untuk membuatkan surat keterangan atas tanah tersebut. Mereka  beralasan bahwa tanah tersebut tidak ada surat jual belinya atau pun surat peralihan dari pemilik sebelumnya. Alasan ini dibuatnya karena menganggap bahwa petani yang notabenenya tidak tamat sekolah tidak mengerti persoalan surat-surat atas tanah yang dia kuasai selama ini. Sehingga terhambatlah usaha petani untuk dapat membuat surat keterangan atas tanah miliknya.

Baca Juga : Peran dan fungsi LSM anti korupsi 

Terkadang ada pula oknum pejabat desa yang yang mengklaim secara terang-terangan dan mengatakan kalau  tanah tersebut adalah tanah nenek moyangnya. Padahal tanah tersebut telah dikuasai oleh petani tersebut lebih kurang 20 tahunan dan tidak pernah sekalipun di ganggu atau digugat oleh pihak manapun. Dengan demikian patut diduga bahwa itu adalah akal-akalan oknum pejabat desa supaya tanah tersebut seolah-olah tanahnya sengketa sehingga oknum pejabat desa mempunyai alasan untuk tidak menerbitkan surat keterangan atas tanah milik petani tersebut. 

Banyak sekali model modus operandi yang dilakukan oleh oknum-oknum pejabat desa. Hal ini tentunya sangat merugikan bagi petani yang tidak mengerti cara berurusan sehingga mereka terkadang terbuai dengan bujuk rayu pejabat desa dengan bujukan untuk menjual tanah tersebut ke orang lain, pembeli serta harganya pun akan dicarikan oleh oknum pejabat desa tersebut. Dengan demikian harganya pun sudah pasti jauh dibawah harga pasar tanah dilokasi tersebut. Selisih harga kesepakatan antar oknum pejabat dengan sipembeli tanah sudah pasti diambil dan menjadi keuntungan oknum pejabat desa sebagai calo jual beli tanah. Dan akhirnya petani dipaksa atau pun terpaksa hanya bisa menerima keadaan. 

Tidak jarang pula ada oknum pejabat desa memang khusus meminta jatah tanah secara terang-terangan apabila mau diselesaikan dengan orang yang mengklaim mempunyai sebagian tanah tersebut dari asal muasal nenek moyangnya, maka oknum pejabat desa meminta bagian jatah tanah untuk dirinya sebagai imbalannya. padahal orang tersebut terkadang juga merupakan antek-antek dari oknum pejabat desa yang tugasnya memang mengacau di atas tanah petani/pekebun.

Miris memang keadaan petani di daerah-daerah pedalaman desa, apalagi petani tersebut bukan merupakan masyarakat asli desa tersebut. Dan kewanangan pembuatan surat menyurat keterangan tersebut merupakan produk oknum pejabat desa sehingga petani dipaksa selalu mengalah, walaupun sudah ada beberapa aturan yang mengatur tetapi kerap kali terjadi demikian karena kurangnya pemahaman-pemahaman tentang hukum, hendaknya kedepannya hal-hal seperti ini dapat ditindak lanjuti lebih serius oleh aparatur hukum terkait dan dapat juga diduga tindakan oknum tersebut terindikasi merupakan perbuatan mafia tanah yang sangat terstruktur.(***)

Share:

0 komentar:

Featured Post

PENGAMANAN RAPAT MUSYAWARAH TERBUKA BAWASLU EMPAT LAWANG DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PILKADA 2024 DI KABUPATEN EMPAT LAWANG BERJALAN AMAN

Cari di web ini

Tag