Thursday, August 20, 2020

Diduga Pemerasan Dana BOS, Kajari Indragiri Hulu, Riau ditahan di Rutan Salemba untuk menjalani penyidikan.

Inhu, UKN
Satuan pendidikan baik, SD, SMP maupun SMA/SMK saat ini berbeda dengan satuan pendidikan sekitar dua puluh tahun yang lalu. Saat itu, satuan penidikan,  baik kesejahteraan para pendidik maupun kondisi fisik/bangunan
satuan pendidikan  memang kondisinya sangat memprihatinkan sekali. Meskipun demikian, para pendidik saat itu memang benar benar tangguh dan teruji. Sampai-sampai Negara memberikan gelar yang sangat mulia dan agung kepada mereka yaitu Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Dengan kondisi yang menprihatinkan tersebut, akhirnya Negara mengambil kebijaksanaan dan mengalokasikan dana 20 % dari ABPN, APBD Propinsi dan APBD Kab/Kota untuk kepentingan dunia pendidikan di tanah air. Serangkaian program wajib belajar dari SD sampai SMA /SMK pun mulai dijalankan.
Dewasa ini, dengan program wajib belajar 9 tahun dan atau 12 tahun, dunia pendidikan mulai diperhatikan oleh Negara. Biaya operasional sekolah yang dulu dibantu dengan sumbangan dari orang tua/ wali murid (BP3) dalam bentuk SPP dan atau uang komite, sekarang sudah ditalangi oleh Negara melalui program bantuan operasional sekolah (BOS) yang jumlah nominalnya persiswa pertahun selalu bertambah. Kesejahteraan para pendidik khususnya yang berasal dari ASN pun diberikan dalam bentuk sertifikasi guru. Guru – guru honorer pun di bantu melalui tunjangan guru honor baik dari dana BOS atau melalui program tunjangan guru 3 T. Pengadaan buku siswa yang dahulunya sangat terbatas, sekarang melalui dana BOS setiap satuan pendidikan wajib memenuhi buku siswa dengan target 1 buku per siswa. Dan masih banyak lagi dana-dana yang dikucurkan oleh Negara untuk peningkatan mutu para siswa di tanah air, seperti pembangunan RKB beserta perabotannya, pembangunan laboratorium beserta peralatannya dan pembangunan gedung perpustakaan besert buku bukunya. Semuanya diperuntukan agar siswa dapat belajar dengan tenang dan nyaman.
BACA JUGA :
Dengan banyaknya bantuan dan kucuran dana yang masuk ke setiap satuan pendidikan yang diberikan oleh Negara, namun banyak pula para pendidik fungsional  (guru) tidak mengetahui tentang hal tersebut. Dan diantara mereka pun masih beranggapan bahwa sekolah mereka tidak mempunyai dana opersional, sehingga menimbulkan banyak penyimpangan penggunaan dana BOS tersebut. Mirisnya lagi banyak pula para kepala sekolah dan bendahara yang membiarkan hal tersebut terjadi. Seperti meminta para murid untuk membeli buku paket siswa. Ada juga yang dengan dalih untuk memperindah rungan kelas masing-masing, sehingga par siswa di kelas tersebut diminta untuk membeli perlengkapan kelas seperti hordeng, kipas angin dll. Padahal pembelian perlengkapan kelas tersebut dapat menggunakan dana BOS. Tapi hal itu terjadi pembiaran oleh penanggung jawab dana BOS di sekolah. 
Kondisi yang demikian ini menimbulkan serangkaian pertanyaan dari para aktivis bidang pendidikan dan aktivis anti korupsi di tanah air, sehingga mereka mempertanyakan tentang penggunaan dana bos di sekolah tersebut. Mendapat pertanyaan semacam itu, penanggung jawab dana BOS di satuan pendidikan merasa merasa dipojokan dan tidak terima atas pertanyaan tersebut, karena mereka telah mempergunakan dana BOS sesuai dengan juklak dan juknis dari kementerian pendidikan RI.  Selain itu,  SPJ bos mereka telah diterima dan disahkan oleh penanggung jawab BOS tingkat Kabupaten atau Tingkat Propinsi. Sehingga mereka merasa tidak melakukan kesalahan atas penggunaan dan bos tersebut. Aktivis bidang pendidikan dan aktivis anti korupsi, yang menyakini ada penyimpangan terhadap penggunaan dan BOS di sekolah tersebut membuat laporan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) tentang dugaan penyalahgunaan penggunaan dana bos, baik ke Polisi dan atau ke kejaksaan. Dan di fase inilah yang sangat rentan terjadi pemerasan kepada penanggung jawab dana bos di sekolah.
Dugaan tindakan pemerasan kepada penanggung jawab dana bos di sekolah ini sangat mungkin terjadi karena proses penangan lapdu aktivis tidak sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan pimpinan. Mungkin inilah yang terjadi pada pejabat Kejaksaan Negeri Indra Giri Hulu Riau belakangan ini.
Dilansir dari laman  liputan6.com, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga pejabat di Kejaksaan Negeri (Kejari) Indragiri Hulu, Riau sebagai tersangka dugaan pemerasan atau penerimaan dengan paksa anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun anggaran 2019. Ketiga pejabat itu adalah Kepala Kejaksaan Negeri Indragiri Hulu berinisial HS, Kasi Pidsus Kejari Indragiri Hulu berinisial OAP, dan Kasubsi Barang Rampasan pada Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan Kejari Indragiri Hulu berinisial RFR.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan, penetapan tersangka dilakukan oleh tim penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung.
" Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan, diduga ada peristiwa tindak pidana maka bidang pengawasan Kejaksaan Agung menyerahkan penanganannya kepada Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung," kata Hari Setiyono dikutip dari Antara, Selasa 18 Agustus 2020.
Hari mengatakan, penetapan tersangka ini menyusul mencuatnya pemberitaan mengenai 64 kepala sekolah menengah pertama negeri (SMPN) di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau yang mengundurkan diri karena merasa tidak nyaman mengelola dana BOS pada Juli 2020. Lebih lanjut, Hari menjelaskan, dalam penanganannya, Inspektorat Kejaksaan Tinggi Riau sempat melaporkan tindak pidana itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, setelah dilakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum, penyidik pada Jampidsus mengambil alih penanganan kasus tersebut. Dan saat ini ketiga mantan pejabat struktural di Kejari Indragiri Hulu itu ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan untuk menjalani penyidikan oleh Kejaksaan Agung.
Selanjutnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono mengungkapkan bahwa nilai uang tersebut dipungut oleh oknum jaksa secara acak dari masing-masing sekolah. Total keseluruhan sementara ini, sekitar hampir Rp 650 juta, kata Hari kepada awak media dalam konferensi pers secara daring, Selasa (18/8)
Atas perbuatannya terebut, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 11 atau Pasal 5 ayat 2 juncto ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (TIM)

Share:

0 komentar:

Featured Post

Rapat Paripurna HUT Kabupaten Empat Lawang Yang ke-17 digelar DPRD

Cari di web ini

Tag