Friday, September 5, 2025

Ijazah SMA Gibran Digugat ke Pengadilan, Benarkah Wakil Presiden Tak Punya Ijazah Indonesia?

Jakarta UKN

Aroma politik nasional kembali memanas. Kali ini bukan soal kebijakan atau konflik koalisi, melainkan menyeret nama Wakil Presiden Republik Indonesia, Gibran Rakabuming Raka, ke ruang pengadilan. Seorang warga sipil bernama Subhan Palal secara resmi melayangkan gugatan perdata terhadap Gibran ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan itu tercatat dengan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst pada Jumat, 29 Agustus 2025.

 

Baca Juga  yaitu

1.    Nadiem Makarim Resmi Jadi Tersangka Korupsi Chromebook, Dari Ruang Menteri ke Meja Hijau

2.    Tiga Desa di Talang Padang Sosialisasikan Bahaya Narkoba

3.    Prabowo Perintahkan Tindak Tegas Massa Anarkis. Demokrasi di Ujung Tanduk atau Penegakan Hukum ?

4.    7 Brimob Diperiksa Propam Usai Affan Tewas Dilindas Rantis, Benarkah Akan Ada Tersangka?”

5.    Polisi Segel Dapur MBG di Lebong: 456 Siswa Jadi Korban, Kapolda Turun Tangan!

6.    Usai Santap Makan Bergizi Gratis, RSUD Lebong Kewalahan, Polisi Turun Tangan”

7.    Iuran BPJS Naik Rakyat Kecil dan Menengah menjerit

Isu yang dipersoalkan bukan hal sepele: keabsahan ijazah SMA Gibran. Jika benar terbukti bermasalah, maka gugatan ini bisa menjadi badai politik besar yang mengguncang legitimasi sang wakil presiden sekaligus mempermalukan lembaga penyelenggara pemilu yang meloloskannya.

Dalam wawancara dengan wartawan, Subhan Palal mengaku langkah ini murni sebagai upaya hukum demi menjaga marwah konstitusi. Menurutnya, Gibran tidak memiliki ijazah sekolah menengah atas (SMA) atau sederajat yang sah dari lembaga pendidikan di Indonesia.

“Saya menggugat Gibran itu karena Gibran tidak punya ijazah SMA sederajat di Indonesia,” tegas Subhan pada Kamis, 4 September 2025.

Subhan menuding, dokumen yang dipakai Gibran saat mendaftar sebagai calon wakil presiden pada Pemilu 2024 hanyalah sertifikat pendidikan dari luar negeri, yaitu dari Orchid Park Secondary School, Singapura dan UTS Insearch Sydney, Australia. Menurutnya, kedua sertifikat itu tidak bisa otomatis disetarakan dengan ijazah SMA di Indonesia.

Subhan Palal mengajukan tiga poin utama dalam gugatannya:

1.    Tidak Ada Ijazah SMA di Indonesia

Gibran hanya memiliki dokumen pendidikan luar negeri, bukan ijazah resmi setara SMA yang dikeluarkan oleh lembaga pendidikan di tanah air.

2.    Penyetaraan Bukan Kewenangan KPU

Menurut Subhan, KPU tidak punya kapasitas untuk menilai atau menyetarakan dokumen pendidikan luar negeri. Urusan itu semestinya menjadi ranah Kementerian Pendidikan Tinggi (Dikti).

3.    Aturan Pemilu Tidak Mengenal Penyetaraan di Level SMA

Dalam aturan kepemiluan, syarat ijazah SMA atau sederajat harus jelas dan sah. Jika hanya mengandalkan sertifikat luar negeri tanpa penyetaraan resmi, maka menurut Subhan, itu cacat syarat.

“Kalau disetarakan itu kompetensinya bukan KPU, tapi Dikti. Sementara aturan pemilu tidak mengenal penyetaraan di level SMA,” ungkap Subhan dengan nada serius.

Agar lebih jelas, berikut kronologi singkat perjalanan kasus ini:

a.    Pada 29 Agustus 2025, Subhan Palal resmi mendaftarkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

b.    Pada 3 September 2025, PN Jakarta Pusat memproses administrasi dan menetapkan nomor perkara 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst.

c.    Pada 4 September 2025, Subhan membeberkan alasan gugatannya kepada publik, menyebut Gibran tidak memiliki ijazah SMA Indonesia.

d.    Pada 8 September 2025 (jadwal sidang perdana), Majelis hakim PN Jakarta Pusat akan menggelar sidang perdana gugatan ini. Sidang diprediksi bakal menarik perhatian luas media dan publik, mengingat ini menyangkut figur wakil presiden.

Pertanyaan besar muncul, mengapa masalah ijazah SMA seorang pejabat bisa berujung gugatan hukum?, Jawabannya sederhana, legitimasi konstitusional. Dalam aturan pemilu, syarat pencalonan presiden dan wakil presiden salah satunya adalah minimal berpendidikan SMA atau sederajat. Jika ternyata dokumen pendidikan Gibran tidak memenuhi kriteria itu, maka ada dugaan proses pencalonannya di Pemilu 2024 cacat hukum.

Bukan hanya menyangkut pribadi Gibran, tetapi juga menyentuh kredibilitas KPU, Bawaslu, dan Mahkamah Konstitusi yang saat itu menerima dan mengesahkan pencalonannya.

Isu ini langsung memantik perdebatan di ruang publik. Sebagian warganet menilai gugatan ini hanya manuver politik untuk menjatuhkan legitimasi Gibran, apalagi setelah setahun lebih ia menjabat sebagai wakil presiden.

Namun, sebagian lainnya menganggap gugatan ini serius dan harus dijawab dengan bukti otentik. “Kalau memang ijazahnya sah, kenapa tidak dipublikasikan saja dengan terang benderang?” tulis seorang warganet di media sosial X.

Tak sedikit pula yang membandingkan kasus ini dengan kontroversi ijazah tokoh-tokoh politik sebelumnya, yang kerap muncul menjelang atau setelah kontestasi pemilu.

Secara hukum, Gibran memiliki dua pilihan sikap:

1.    Menghadapi Gugatan di pengadilan dengan menunjukan bukti-bukti pendidikan yang sah.

2.    Mengajukan Eksepsi dengan menyatakan gugatan Subhan tidak relevan karena masalah keabsahan ijazah sudah diverifikasi oleh KPU dan tidak pernah digugat di MK.

Namun, opsi kedua bisa memicu persepsi publik bahwa Gibran “menghindar” dari transparansi.

Kasus ini berpotensi punya tiga dampak besar:

1.    Mengguncang Legitimasi Pemerintah

Jika benar ijazah bermasalah, posisi Gibran sebagai wakil presiden bisa digugat secara konstitusional

2.    Menyeret KPU dan Bawaslu

KPU sebagai lembaga yang meloloskan pencalonan Gibran bisa dituding lalai atau bahkan melakukan pelanggaran serius.

3.    Mengubah Peta Politik 2029

Gibran yang digadang-gadang sebagai calon kuat di Pilpres 2029 bisa kehilangan reputasi bila kasus ini terus berlarut.

Sidang perdana pada Senin, 8 September 2025 diperkirakan bakal ramai. Media nasional sudah menyiapkan peliputan besar-besaran. Publik menanti apakah Subhan punya bukti kuat atau hanya isu yang dibesar-besarkan.

Jika Subhan gagal membuktikan, gugatan ini bisa berbalik menjadi bumerang politik baginya dan pihak-pihak yang mendukung. Namun jika bukti-bukti yang diajukan solid, bukan tidak mungkin Indonesia akan menghadapi salah satu krisis politik terbesar pasca-reformasi.

Kasus gugatan ijazah Gibran ini menjadi ujian besar bagi demokrasi dan sistem hukum Indonesia. Apakah hukum bisa tegak lurus tanpa pandang bulu meski yang digugat adalah seorang wakil presiden? Ataukah kasus ini hanya akan berakhir sebagai riak kecil di tengah lautan politik yang sudah biasa dengan intrik?

Satu hal yang pasti, semua mata kini tertuju pada PN Jakarta Pusat. Sidang perdana tinggal hitungan hari, dan publik menunggu jawaban: Benarkah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tidak punya ijazah SMA Indonesia? (TIM)

Share:

0 komentar:

Featured Post

Mantan Ketua KONI Lahat Terseret Korupsi Dana Hibah Rp287 Juta, Ditangkap di Hari Jadi Kejaksaan

SEKDIS PENDIDIKAN

KABID SMP DISDIK EMPAT LAWANG

KABID KESMAS

KABID SDA DINAS PUPR 4L

KABAG KESRA EMPAT LAWANG

KABAG UMUM EMPAT LAWANG

KABAG TAPEM

SMAN 1 LK

SMAN 1 SALING

SMAN 1 PENDOPO

SMAN 3 TEBING TINGGI

SMAN 1 MUARA PINANG 4 L

SMKN 1 EMPAT LAWANG

SMKN 2 EMPAT LAWANG

SLBN 4L

SMP N 2 TT

SDN 1 TALANG PADANG

KADES KARANG ARE TP

KADES KEMBAHANG BARU

KADES ULAK DABUK TP

PJ. KADES MEKAR JAYA TB. TINGGI

SD NEGERI 24 TBG. TINGGI

Cari di web ini

Tag