Jakarta UKN
Kabupaten Pati, Jawa Tengah, kembali bersiap menghadapi gelombang panas politik. Setelah aksi unjuk rasa yang berakhir ricuh pada 13 Agustus lalu, kini massa yang menamakan diri Aliansi Masyarakat Pati Timur Bersatu berencana turun ke jalan lagi. Aksi kedua ini dijadwalkan berlangsung pada Senin, 25 Agustus 2025, dan diprediksi akan lebih besar serta lebih panas dari sebelumnya.
Baca Juga yaitu
2. 17 Agustus, Merdeka Benar atau Sekadar Seremonial? Refleksi Pedih di Balik Euforia HUT RI
3. Koq, Wagub Jateng Jadi Irup Upacara 17 Agustus di Pati, ke Mana Bupati Sudewo?
4. Bupati Empat Lawang Pimpin Upacara HUT RI ke-80 tahun 2025, Begini Momen Haru yang Bikin Bangga
5. Terungkan banyak pemda yang kurang peduli terhadap skor SPI KPK
6. Korupsi Musuh Bersama Integritas Harga Mati.
7. Pemkot Lubuk Linggau naikan PBB 200 %, warga mengeluh
![]() |
foto istimewa |
Koordinator aksi, Ahmad Husein, menegaskan bahwa Demo Pati Jilid 2 bukan
sekadar unjuk rasa spontan, melainkan bentuk konsistensi warga dalam
memperjuangkan haknya. Ia menuding kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang diterapkan Sudewo sebagai kebijakan zalim
dan memberatkan masyarakat.
“Sudewo harus bertanggung jawab. Kebijakan menaikkan PBB-P2 jelas
mencekik leher rakyat kecil. Kami tidak ingin suara rakyat hanya menjadi angin
lalu. DPRD harus berani mengawal Pansus Hak Angket hingga pemakzulan
benar-benar terealisasi,” tegas Husein dalam keterangannya.
Menurutnya, gelombang protes kali ini diperkirakan lebih masif. Jika
pada aksi pertama, ribuan warga tumpah ruah di depan kantor DPRD dan berakhir
dengan bentrokan, maka di aksi kedua ini ia menyerukan agar massa tetap solid,
tertib, dan waspada terhadap penyusup.
Situasi di Kabupaten Pati belakangan memang kian panas. Sejak kebijakan
PBB-P2 diberlakukan, protes datang dari berbagai penjuru. Keluhan warga terkait
beban pajak yang melonjak drastis menyulut kemarahan. Para petani, pedagang
kecil, hingga masyarakat kelas menengah merasa tercekik dengan kenaikan pajak
tersebut.
Meski begitu, Bupati Sudewo bersikukuh bahwa kebijakan itu penting demi
meningkatkan pendapatan daerah. Menurutnya, tanpa langkah berani, pembangunan
di Pati akan terhambat. Namun, argumen ini tidak diterima begitu saja oleh
masyarakat. Bagi warga, apa artinya pembangunan jika rakyat semakin terhimpit?
Di sisi lain, DPRD Pati kini berada di persimpangan. Tekanan massa untuk
segera memproses pemakzulan Sudewo melalui hak angket semakin kuat. Jika DPRD
tidak mengambil sikap, bukan tidak mungkin gelombang protes akan semakin liar.
Aksi pertama pada 13 Agustus 2025 meninggalkan catatan kelam. Ribuan
massa yang turun ke jalan menuntut hal serupa berakhir dengan kericuhan.
Beberapa fasilitas umum rusak, sejumlah peserta luka-luka, dan aparat kewalahan
mengendalikan massa yang terprovokasi.
Husein mengaku tidak ingin peristiwa itu terulang. “Kami mengimbau
seluruh peserta untuk tetap tertib. Jangan sampai ada pihak-pihak yang
memanfaatkan aksi ini untuk membuat chaos. Fokus kita satu: mendesak DPRD agar
segera memakzulkan Sudewo,” katanya.
Namun, banyak pihak meragukan demo kali ini akan berjalan damai.
Mengingat jumlah massa diperkirakan lebih besar, risiko bentrokan sulit
dihindari. Aparat kepolisian pun sudah menyiapkan strategi pengamanan berlapis.
Posisi Bupati Sudewo kini ibarat duduk di kursi panas. Kritik tidak
hanya datang dari masyarakat, tetapi juga mulai terdengar dari sejumlah tokoh
politik lokal. Beberapa anggota DPRD terang-terangan menyatakan keberatan
dengan kebijakan pajak yang dinilai terlalu drastis.
Meski begitu, ada pula pihak-pihak yang tetap membela Sudewo. Mereka
menilai bahwa langkah berani itu sebenarnya perlu, asalkan diimbangi dengan
solusi keringanan bagi kelompok rentan. Perdebatan di lingkaran elit politik
Pati pun semakin sengit.
Jika DPRD benar-benar membentuk Pansus Hak Angket, maka jalan menuju
pemakzulan Sudewo terbuka lebar. Namun, proses itu tentu tidak singkat dan
penuh intrik politik. Pertanyaannya, apakah DPRD berani mengambil risiko
menghadapi gelombang massa yang tidak sabar menunggu?
Pengamat politik lokal menilai bahwa konflik yang berkepanjangan ini
bisa berujung pada krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. Jika
aspirasi rakyat diabaikan, ketidakpuasan bisa berubah menjadi amarah kolektif
yang membahayakan stabilitas.
“Pati saat ini berada di titik rawan. Jika DPRD tidak segera memberi
kepastian, rakyat akan kehilangan kepercayaan. Pemakzulan memang opsi ekstrem,
tetapi jika itu yang dikehendaki rakyat, maka proses politik harus berjalan,”
ujar seorang analis politik dari Universitas Muria Kudus.
Kini, semua mata tertuju pada Senin, 25 Agustus 2025. Tanggal itu
diperkirakan menjadi hari penentuan masa depan politik Pati. Apakah DPRD berani
melangkah ke arah pemakzulan, atau justru memilih diam dan menghadapi amarah
massa?
Aliansi Masyarakat Pati Timur Bersatu sudah memastikan akan mengerahkan
ribuan orang. Jalan-jalan utama di sekitar kantor DPRD Pati diprediksi lumpuh
total. Aparat keamanan pun harus bekerja ekstra keras agar unjuk rasa tidak
berubah menjadi tragedi.
Satu hal yang pasti, Demo Jilid 2 ini bukan sekadar pertarungan antara
rakyat dan bupati, tetapi juga pertaruhan wibawa DPRD dan masa depan politik
Pati.
Pati kini berada di ambang badai politik. Keputusan DPRD atas tuntutan
pemakzulan Bupati Sudewo akan menjadi babak penting dalam sejarah demokrasi
lokal. Apakah suara rakyat benar-benar didengar, atau justru terabaikan demi
kepentingan politik segelintir elite?
0 komentar:
Post a Comment