Friday, August 1, 2025

Geger Ijazah Jokowi! Bareskrim Hentikan Penyelidikan, TPUA Murka: “Tak Sesuai KUHAP!”

JAKARTA, UKN

Keputusan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menghentikan penyelidikan dugaan ijazah palsu milik Presiden Joko Widodo memantik gelombang reaksi keras dari pelapor, Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA). Dalam surat resmi yang diteken Kepala Biro Pengawasan Penyidikan Bareskrim Brigjen Pol Sumarto, penghentian itu dinyatakan sudah sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku. Namun, TPUA menilai langkah tersebut sebagai bentuk pelanggaran hukum dan mencederai proses keadilan.

Foto istimewa
Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas (SP3D) yang dirilis Kamis (31/7/2025) menjadi titik panas dari polemik ini. Dalam surat itu, Bareskrim menyatakan bahwa penyelidikan telah dihentikan sejak 22 Mei 2025. Alasannya: fakta dan dokumen yang diserahkan oleh TPUA tergolong sebagai *data sekunder* dan tidak memiliki kekuatan pembuktian secara hukum.

“Penghentian penyelidikan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” bunyi keterangan resmi dari SP3D, sebagaimana dibagikan oleh Wakil Ketua TPUA, Rizal Fadillah.

Namun pernyataan tersebut langsung dibantah keras oleh TPUA. Dalam surat keberatan resmi bertanggal 29 Juli 2025, Rizal Fadillah menyebut penghentian penyelidikan justru melanggar ketentuan hukum, baik KUHAP maupun Peraturan Kapolri (Perkapolri). Salah satu keberatan utama adalah absennya Presiden Jokowi dan ijazah asli dalam gelar perkara khusus yang digelar pada 9 Juli 2025 lalu.

TPUA mempertanyakan sikap Bareskrim yang menilai dokumen yang mereka berikan bukan alat bukti. Rizal Fadillah menjelaskan, Polri seharusnya memahami perbedaan antara barang bukti dan alat bukti. Menurutnya, dokumen dan keterangan ahli yang diberikan TPUA dapat dikategorikan sebagai surat dan keterangan ahli sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.

“Pasal itu jelas menyebutkan alat bukti terdiri dari: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa,” ujar Rizal dalam keterangannya. Ia menilai bahwa penghentian penyelidikan yang dilakukan tanpa mempertimbangkan unsur-unsur tersebut adalah cacat secara hukum.

TPUA menuding ada kejanggalan dalam gelar perkara yang digelar Bareskrim. Mereka menyoroti absennya kehadiran langsung Presiden Jokowi serta tidak adanya verifikasi terhadap ijazah asli. "Bagaimana bisa menyimpulkan kebenaran tanpa memeriksa dokumen utama dan pihak yang bersangkutan?" kritik Rizal tajam.

Menurutnya, seharusnya Polri tidak buru-buru menghentikan penyelidikan, melainkan melanjutkan ke tahap pembuktian di pengadilan. “Biarkan pengadilan yang memutuskan validitas ijazah tersebut secara terbuka dan objektif,” tegas Rizal.

Polemik ijazah Presiden Jokowi sejatinya bukan isu baru. Namun kemunculan kembali kasus ini, di tengah dinamika politik menjelang masa transisi kekuasaan ke Presiden terpilih Prabowo Subianto, memberi warna politis yang kental. Banyak pihak menilai bahwa desakan untuk membuka kembali penyelidikan tidak murni atas dasar hukum, melainkan sarat dengan kepentingan politik.

Meski demikian, Bareskrim tetap bergeming. Hingga saat ini, belum ada indikasi bahwa penyelidikan akan dibuka kembali. SP3D yang diteken Brigjen Sumarto menjadi penegas bahwa Polri memandang kasus ini sudah selesai secara hukum.

Namun, apakah publik puas? Apakah keputusan ini akan menutup rapat lembaran kontroversi terkait ijazah Presiden? Atau justru membuka babak baru perdebatan panjang?

Yang jelas, suara pro dan kontra terus menggema, dan publik kini menanti: akankah ada langkah lanjut dari TPUA, atau justru diam di tengah derasnya tekanan? (TIM)

Share:

0 komentar:

Featured Post

Sidang Nikita Mirzani Ricuh! Saksi Dikeroyok Pendukung, Pengadilan Nyaris Lumpuh

KADIS PENDIDIKAN

KADES TANJUNG NING SIMPANG

Cari di web ini

Tag