Friday, August 29, 2025

7 Brimob Diperiksa Propam Usai Affan Tewas Dilindas Rantis, Benarkah Akan Ada Tersangka?”

Jakarta UKN

Malam Kamis (28/8) di ibu kota meninggalkan jejak tragis. Seorang pemuda bernama Affan Kurniawan meregang nyawa usai terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob ketika demonstrasi memanas di Jakarta. Kabar duka ini sontak menjadi sorotan publik, menambah panjang daftar kasus kekerasan aparat terhadap warga sipil yang kerap berakhir tanpa kepastian hukum.

Baca Juga  yaitu

1.    Polisi Segel Dapur MBG di Lebong: 456 Siswa Jadi Korban, Kapolda Turun Tangan!

2.    Usai Santap Makan Bergizi Gratis, RSUD Lebong Kewalahan, Polisi Turun Tangan”

3.    Iuran BPJS Naik Rakyat Kecil dan Menengah menjerit

4.    Analisis Hukum atas Pembunuhan Sadis Kepala KCP BRI bebarapa hari yang lalu

5.    Geger di Musi Rawas! Oknum Pejabat Dinsos Diduga Intimidasi Wartawan, Ketua IWO.I Angkat Suara: “Ini Serangan terhadap Kebebasan Pers!”

6.    Jejak Panjang Penculikan dan Pembunuhan Sadis Kepala KCP BRI Cempaka Putih

Sehari berselang, Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri merilis foto mencengangkan: tujuh anggota Brimob Polda Metro Jaya tampak duduk dengan wajah tegang, mengenakan pakaian hijau, menjalani pemeriksaan internal. Dalam ruangan itu, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), M. Choirul Anam, hadir langsung memantau proses.

Namun, yang membuat publik geram: status hukum ketujuh anggota Brimob itu masih misterius. Hingga kini, belum ada kepastian apakah mereka akan ditetapkan sebagai tersangka, hanya dijatuhi sanksi etik, atau justru “menghilang” dari pemberitaan seiring waktu.

Tragedi itu berawal dari aksi unjuk rasa menolak kebijakan pemerintah yang berlangsung sejak sore di pusat Jakarta. Situasi memanas ketika aparat mulai menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa. Suasana kacau. Demonstran berlari mencari perlindungan, sebagian bersembunyi di gang-gang kecil.

Di tengah kepanikan, sebuah rantis Brimob melaju kencang ke arah kerumunan. Diduga jarak pandang terbatas dan situasi tidak terkendali, kendaraan itu menabrak Affan. Tubuhnya jatuh dan seketika terlindas roda baja rantis. Affan tewas di tempat.

Kesaksian demonstran menyebut teriakan panik terdengar keras malam itu. “Kami berusaha memberi tanda agar kendaraan berhenti, tapi tetap melaju,” kata seorang mahasiswa yang ikut dalam aksi.

Kematian Affan langsung menjadi headline di media sosial. Tagar KeadilanUntukAffan pun menggema, menandakan amarah publik yang menolak kasus ini direduksi sekadar “kecelakaan”.

Propam Polri kemudian mengumumkan tujuh nama yang diperiksa yaitu Kompol CB, Aipda M, Bripka R, Briptu G, Bripda M, Bharaka Y, Bharaka G. Namun, Polri tidak merinci siapa di antara mereka yang mengemudikan kendaraan maut tersebut. Publik pun bertanya, apakah tujuh nama ini benar-benar pihak yang bertanggung jawab, atau hanya dipajang untuk meredam kemarahan masyarakat?

Komandan Satuan Brimob Polda Metro Jaya, Kombes Pol Henik Maryanto, memastikan anggotanya diperiksa di Mabes Polri.

“Untuk proses penegakkan hukum saat ini anggota kami melaksanakan proses pemeriksaan di Mabes Polri,” kata Henik di Markas Brimob Kwitang, Jakarta Pusat, Jumat (29/8).

Pernyataan Henik terdengar normatif. Namun di balik itu, publik masih menunggu: apakah pemeriksaan ini sungguh untuk mencari kebenaran, atau sekadar formalitas agar kasus cepat mereda?

Hingga berita ini ditulis, status hukum ketujuh anggota Brimob itu belum jelas. Apakah mereka hanya menjalani pemeriksaan etik internal, atau akan dinaikkan statusnya menjadi penyidikan pidana?

Sejumlah pengamat hukum mengingatkan, kematian Affan bukan perkara disiplin. “Ini murni tindak pidana. Ada nyawa melayang. Jika dibiarkan hanya sebatas sanksi etik, maka negara sedang melegitimasi impunitas,” ujar seorang pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia.

Organisasi HAM dan mahasiswa bereaksi cepat. Mereka menuntut agar kasus Affan ditangani secara transparan, tidak berhenti di meja Propam. “Jika Polri ingin dipercaya, kasus ini harus dibuka ke publik, termasuk hasil autopsi, rekaman kejadian, dan siapa pengemudi rantis malam itu,” kata aktivis HAM dari KontraS.

Di media sosial, netizen ramai menyuarakan kekecewaan. Mereka membandingkan dengan kasus serupa di masa lalu yang menguap tanpa penyelesaian. “Jangan biarkan Affan jadi statistik. Ini soal nyawa dan tanggung jawab negara,” tulis seorang pengguna Twitter.

Kematian Affan mengingatkan pada deretan kasus lama. Dari tragedi mahasiswa 2019, penembakan di Papua, hingga kekerasan aparat dalam mengamankan aksi buruh. Hampir semua kasus punya pola serupa: ada korban sipil, ada janji penegakan hukum, lalu menghilang dalam senyap.

Catatan Komnas HAM menyebut, dalam lima tahun terakhir terdapat puluhan kasus pelanggaran prosedur aparat saat mengamankan aksi, dengan korban jiwa mencapai belasan orang. Namun, hanya segelintir kasus yang berlanjut ke meja pengadilan.

Kasus Affan adalah ujian besar bagi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Upaya reformasi Polri yang dicanangkan sejak awal kepemimpinannya kembali dipertaruhkan. Jika penanganan kasus ini dianggap tidak transparan, kepercayaan publik pada Polri akan semakin runtuh.

Bukan hanya masyarakat sipil yang menyoroti, komunitas internasional pun memantau. Amnesty International bahkan sudah menyampaikan keprihatinan atas pola kekerasan aparat di Indonesia. Jika tidak diselesaikan tuntas, kasus Affan bisa menjadi catatan buruk dalam laporan HAM global.

Di kediamannya, keluarga Affan masih diliputi duka. Ayahnya hanya bisa berbicara singkat. “Kami hanya ingin keadilan. Jangan biarkan kematian anak kami sia-sia,” ucapnya lirih.

Ucapan sederhana itu menyimpan makna mendalam. Keluarga korban berharap negara hadir, bukan sekadar memberi janji.

Pertanyaan besar kini mengarah pada rantai komando. Benarkah pengemudi rantis bertindak atas inisiatif sendiri, atau menjalankan perintah? Jika ada instruksi dari atasan, maka tanggung jawab tidak bisa berhenti pada pelaku lapangan.

“Harus ada investigasi menyeluruh, termasuk menelusuri siapa yang memberi komando. Tanpa itu, kebenaran hanya akan berhenti di permukaan,” kata peneliti hukum tata negara.

Kematian Affan Kurniawan bukan sekadar tragedi personal. Ia menjadi simbol rapuhnya perlindungan warga negara di hadapan aparat. Tujuh anggota Brimob kini diperiksa Propam, namun pertanyaan publik belum terjawab: apakah mereka benar-benar akan dijadikan tersangka, atau sekadar menjalani pemeriksaan formalitas?

Sejarah mencatat, banyak kasus serupa berakhir tanpa kejelasan. Tetapi kali ini, masyarakat menaruh perhatian penuh. Tagar di media sosial, desakan organisasi sipil, hingga sorotan media internasional menandakan bahwa kasus Affan tidak akan mudah dilupakan.

Kini, bola ada di tangan Polri. Jika ingin membuktikan bahwa institusi kepolisian benar-benar berubah, maka transparansi dan keadilan untuk Affan harus ditegakkan. Sebab, setiap nyawa yang hilang bukan hanya angka, melainkan amanat konstitusi, negara wajib melindungi rakyatnya, bukan melukai. (TIM)

Share:

0 komentar:

Featured Post

Prabowo Perintahkan Tindak Tegas Massa Anarkis. Demokrasi di Ujung Tanduk atau Penegakan Hukum ?

SEKDIS PENDIDIKAN

KABID SMP DISDIK EMPAT LAWANG

KABID KESMAS

KABID SDA DINAS PUPR 4L

KABAG KESRA EMPAT LAWANG

KABAG UMUM EMPAT LAWANG

KABAG TAPEM

SMAN 1 LK

SMAN 1 SALING

SMAN 1 PENDOPO

SMAN 3 TEBING TINGGI

SMAN 1 MUARA PINANG 4 L

SMKN 1 EMPAT LAWANG

SMKN 2 EMPAT LAWANG

SLBN 4L

SMP N 2 TT

SDN 1 TALANG PADANG

KADES KARANG ARE TP

KADES KEMBAHANG BARU

KADES ULAK DABUK TP

PJ. KADES MEKAR JAYA TB. TINGGI

SD NEGERI 24 TBG. TINGGI

Cari di web ini

Tag