Thursday, August 28, 2025

Usai Santap Makan Bergizi Gratis, RSUD Lebong Kewalahan, Polisi Turun Tangan”

Lebong UKN

Ratusan anak sekolah di Kabupaten Lebong mendadak dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Lebong pada Rabu siang (27/8). Tangisan anak-anak yang masih mengenakan seragam sekolah menggema di lorong Instalasi Gawat Darurat (IGD). Sebanyak 150 siswa dari tingkat PAUD, TK, hingga SD terkapar dengan gejala mual, muntah, dan lemas, setelah menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG) yang seharusnya menjadi program unggulan pemerintah daerah.

 

Baca Juga  yaitu

1.    Iuran BPJS Naik Rakyat Kecil dan Menengah menjerit

2.    Analisis Hukum atas Pembunuhan Sadis Kepala KCP BRI bebarapa hari yang lalu

3.    Geger di Musi Rawas! Oknum Pejabat Dinsos Diduga Intimidasi Wartawan, Ketua IWO.I Angkat Suara: “Ini Serangan terhadap Kebebasan Pers!”

4.    Jejak Panjang Penculikan dan Pembunuhan Sadis Kepala KCP BRI Cempaka Putih

5.    Kejagung Digugat karena Diduga ‘Main Mata’, Eksekusi Silfester Matutina Mangkrak Bertahun-tahun!

6.    Senayan di Demo Besar-besaran Minta DPR Dibubarkan, Adakah Dalang di Baliknya?

7.    Terungkan banyak pemda yang kurang peduli terhadap skor SPI KPK

Alih-alih menambah semangat belajar, santapan bergizi itu justru menjerumuskan para penerima ke dalam tragedi massal. RSUD Lebong kewalahan menangani gelombang pasien cilik yang berdatangan sejak pagi hingga siang.

“Sejak pagi kami menerima pasien kecil beruntun, jumlahnya terus bertambah hingga mencapai sekitar 150 orang,” ungkap Plt Direktur RSUD Lebong, Eni Efriyani, dengan nada letih.

Ruang IGD yang biasanya hanya menampung belasan pasien, kini penuh sesak. Beberapa anak bahkan harus ditangani di kursi tunggu, sementara perawat berlarian ke sana kemari membawa obat, selang infus, hingga kantong muntahan.

Pihak RSUD langsung menurunkan dokter spesialis anak untuk memastikan kondisi para siswa tidak memburuk. Sebagian besar mengalami muntah berulang, pusing, dan tubuh lemas.

“Alhamdulillah sampai sore tidak ada yang kritis, tapi kami tetap siaga karena gejala keracunan makanan bisa berkembang cepat,” jelas Eni.

Besarnya jumlah pasien membuat RSUD hampir lumpuh. Antisipasi pun dilakukan dengan menyiapkan aula Polres Lebong sebagai ruang perawatan darurat bila kapasitas rumah sakit tidak lagi mencukupi.

Langkah cepat itu disampaikan oleh Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebong, Fachrurozi, yang langsung terjun bersama pihak kepolisian.

“Kami tidak ingin ada anak yang terlantar. Jika RSUD penuh, Polres sudah siap menampung pasien di aula,” tegasnya.

Ironisnya, menu yang disajikan sebenarnya sederhana, mi, bakso, sayuran, telur, dan susu. Kombinasi yang di atas kertas tampak sehat dan mengenyangkan, namun justru memicu keracunan massal.

Belum ada kepastian apa yang menjadi sumber masalah. Apakah bahan makanan yang basi? Proses pengolahan yang kurang higienis? Atau distribusi yang tidak sesuai standar keamanan pangan?

Satu hal yang pasti, anak-anak dari empat sekolah swasta menjadi korban. Mereka adalah siswa SD IT Al Azhar, PAUD IT Al Azhar, SD Muhammadiyah 1 A Ujung Tanjung, dan TK IT Tabeak Kauk.

“Setelah makan, beberapa menit kemudian anak-anak mulai muntah. Kami panik, lalu melarikan mereka ke RSUD,” cerita seorang guru sambil menggendong muridnya yang masih pucat.

Di halaman RSUD, pemandangan memilukan terlihat jelas. Puluhan orang tua berlarian mencari anaknya di antara kerumunan pasien. Ada yang menangis histeris, ada pula yang duduk lemas menunggu kabar.

 

“Saya cuma bisa berdoa, semoga anak saya selamat. Tadi muntah terus-terusan,” ucap Yanti (34), ibu dari siswa TK IT Tabeak Kauk, dengan mata berkaca-kaca.

Seorang ayah bahkan sempat bersitegang dengan petugas rumah sakit karena khawatir anaknya tidak segera ditangani. Situasi mencekam itu menggambarkan betapa rentannya sebuah program ketika eksekusi di lapangan jauh dari kata sempurna.

Kasus ini sontak membuat program Makan Bergizi Gratis (MBG) dipertanyakan. Program yang digadang-gadang untuk meningkatkan gizi pelajar justru menimbulkan tragedi.

Plt Kadis Pendidikan Fachrurozi mengakui, pelaksanaan MBG di Kabupaten Lebong memang baru berjalan. Pihaknya sendiri masih mendata jumlah penerima dan sekolah yang ikut serta.

“Programnya baru berjalan, mungkin ada kendala di lapangan yang harus segera dievaluasi,” katanya.

Namun, publik sudah terlanjur geram. Banyak pihak menilai, kurangnya pengawasan terhadap kualitas makanan bisa menjadi bom waktu yang mencederai kepercayaan masyarakat.

Polres Lebong kini turun tangan. Mereka mulai menelusuri rantai penyediaan makanan: siapa pemasok bahan, bagaimana proses pengolahan, dan sejauh mana pengawasan dari pemerintah daerah.

Seorang perwira di lapangan menyebut, sampel makanan sudah diamankan untuk uji laboratorium. “Kami tidak ingin berasumsi. Hasil laboratorium akan memastikan penyebab keracunan,” ujarnya singkat.

Tragedi ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah ini murni kecerobohan teknis penyedia makanan, atau kegagalan sistemik dalam perencanaan program MBG?

Sejumlah pengamat pendidikan dan kesehatan menilai, kasus keracunan massal tidak boleh dianggap insiden biasa. Ada prosedur keamanan pangan yang seharusnya diterapkan dengan ketat, mulai dari pemilihan bahan, proses memasak, penyimpanan, hingga distribusi ke sekolah.

“Jika 150 anak bisa sakit dalam sehari, itu artinya ada masalah serius dalam sistem. Bukan sekadar satu telur busuk atau sayur basi,” ujar seorang aktivis kesehatan masyarakat di Bengkulu.

Fenomena keracunan akibat program makanan gratis sebenarnya bukan hal baru di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, kasus serupa kerap muncul di sejumlah daerah.

Kelemahan pengawasan dan standar higienitas yang longgar sering kali menjadi akar masalah. Namun, hingga kini evaluasi menyeluruh belum terlihat nyata. Kasus di Lebong menjadi pengingat keras bahwa niat baik tanpa eksekusi yang cermat justru bisa membahayakan generasi penerus bangsa.

Meski sebagian besar siswa sudah ditangani dengan baik, trauma mendalam masih membekas di hati orang tua. Beberapa bahkan mengaku ragu jika program MBG kembali dijalankan.

“Kalau begini, saya takut anak saya ikut lagi. Lebih baik saya bekalkan makanan dari rumah saja,” ujar seorang wali murid SD Muhammadiyah dengan wajah khawatir.

Namun, ada pula yang berharap program ini tetap berjalan, asalkan ada pengawasan ketat dan transparansi dalam pengelolaan.

“Programnya bagus, tapi harus benar-benar diawasi. Jangan sampai anak-anak jadi korban lagi,” kata seorang tokoh masyarakat di Ujung Tanjung.

Tragedi  siswa keracunan MBG di Lebong bukan sekadar insiden lokal. Kasus ini mencerminkan rapuhnya sistem pengawasan program publik yang menyangkut kesehatan anak-anak.

Pemerintah daerah kini menghadapi PR besar yaitu menyelamatkan kepercayaan masyarakat, memperbaiki mekanisme distribusi makanan, serta memastikan setiap suapan yang masuk ke mulut anak benar-benar aman.

Sementara itu, tangisan, muntahan, dan wajah pucat anak-anak di RSUD Lebong hari ini akan terus menjadi pengingat bahwa kecerobohan sekecil apa pun bisa berdampak besar pada masa depan generasi penerus. (TIM)

Share:

0 komentar:

Featured Post

Usai Santap Makan Bergizi Gratis, RSUD Lebong Kewalahan, Polisi Turun Tangan”

SEKDIS PENDIDIKAN

KABID SMP DISDIK EMPAT LAWANG

KABID KESMAS

KABID SDA DINAS PUPR 4L

KABAG KESRA EMPAT LAWANG

KABAG UMUM EMPAT LAWANG

KABAG TAPEM

SMAN 1 LK

SMAN 1 SALING

SMAN 1 PENDOPO

SMAN 3 TEBING TINGGI

SMAN 1 MUARA PINANG 4 L

SMKN 1 EMPAT LAWANG

SMKN 2 EMPAT LAWANG

SLBN 4L

SMP N 2 TT

SDN 1 TALANG PADANG

KADES KARANG ARE TP

KADES KEMBAHANG BARU

KADES ULAK DABUK TP

PJ. KADES MEKAR JAYA TB. TINGGI

SD NEGERI 24 TBG. TINGGI

Cari di web ini

Tag