Jakarta UKN
Isu yang beberapa
hari terakhir beredar di jagat maya akhirnya benar-benar pecah menjadi
kenyataan. Hari ini, Senin (25/8/2025), ribuan massa dari berbagai elemen
masyarakat memadati kawasan sekitar Gedung DPR RI di Senayan, Jakarta. Teriakan
lantang mereka hanya satu, “Bubarkan DPR!”
Baca Juga yaitu
1. Heboh! Rakyat Siap
Duduki Senayan, Gelombang Massa Teriakkan “Bubarkan DPR RI pada 25 Agustus 2025!”
2. Immanuel Ebenezer Minta
Amnesti ke Istana
3. Waduh ! Wamenaker
Noel Jadi Dalang Pemerasan Sertifikat K3, 11 Orang Dijadikan Tersangka KPK
4. Awal Mula Terkuaknya
72 Siswa 'Siluman' di SMAN 5 Bengkulu, Kepala Sekolah Murka
5. Gempar! Wamenaker
Noel Ebenezer Terjaring OTT KPK, Terseret Dugaan Pemerasan Perusahaan
6. Drama Mencekam di
Jakarta. Kepala KCP sebuah Bank Diculik di Parkiran Mal, Dibunuh Sadis, 4
Pelaku Diciduk!
7. Akhirnya 39 kades habis masa jabatan. Kini Resmi Dikukuhkan Bupati
Lahat Bursah Zarnubi
8. Buruan, Sumsel lakukan pemutihan PKB sampai desember 2025.
Fenomena ini
langsung menjadi sorotan utama, bukan hanya di media sosial, tapi juga media
arus utama. Kata kunci “BubarkanDPR” bahkan menempati trending topik nomor satu
di Indonesia, dengan ratusan ribu cuitan dalam hitungan jam. Publik pun
bertanya-tanya: Apa sebenarnya pemicu kemarahan massa kali ini? Dan lebih jauh
lagi, siapa yang berada di balik mobilisasi demonstrasi raksasa ini?
Sebelum hari ini,
isu pembubaran DPR hanya terdengar sebagai wacana liar yang ramai di media
sosial. Sejumlah akun anonim di Facebook, X (Twitter), hingga TikTok mengunggah
video yang menyinggung kinerja DPR yang dianggap tidak pro-rakyat.
Isu ini semakin
panas ketika beredar sebuah rekaman yang menampilkan seorang aktivis berteriak
bahwa “DPR bukan lagi wakil rakyat, melainkan wakil kepentingan partai dan
oligarki!”. Video itu viral dalam waktu singkat, menuai puluhan juta tayangan
dan memicu gelombang komentar pedas.
Dari titik
itulah, rencana aksi mulai dirancang. Grup WhatsApp, Telegram, dan forum-forum
komunitas mahasiswa dipenuhi ajakan untuk turun ke jalan pada tanggal 25
Agustus. Ajakan ini menyebar dengan cepat, hingga merembet ke kalangan buruh,
aktivis lingkungan, dan sejumlah ormas.
Sejak Senin, 25/8/2025,
pagi hari, ribuan orang mulai berdatangan. Mereka membawa spanduk bertuliskan:
“DPR Lupa Amanah Rakyat!”
“Bubarkan DPR, Bentuk Dewan Rakyat!”
“Rakyat Lelah dengan Janji Kosong!”
Arus massa kian
membengkak menjelang siang. Polisi mencatat, jumlah demonstran mencapai puluhan
ribu orang, berasal dari berbagai daerah. Situasi jalanan di sekitar Senayan lumpuh
total.
Teriakan,
nyanyian, hingga orasi silih berganti. Beberapa tokoh mahasiswa bahkan sempat
naik ke atas mobil komando, menyerukan agar rakyat tidak lagi memberi
legitimasi pada DPR.
“Cukup sudah!
Kita tidak mau lagi wakil rakyat yang hanya memikirkan gaji, tunjangan, dan
proyek. Kalau DPR hanya menjadi beban rakyat, lebih baik dibubarkan!” teriak
salah satu orator yang langsung disambut gemuruh teriakan massa.
Berdasarkan
pantauan dan berbagai analisis, ada beberapa faktor yang menjadi pemicu ledakan
kemarahan publik hingga mengarah pada tuntutan ekstrem:
1. Rendahnya Kepercayaan Publik
Survei
terbaru dari beberapa lembaga menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap
DPR anjlok drastis. Rakyat menilai kinerja DPR tidak mencerminkan aspirasi
masyarakat, melainkan lebih sibuk memperjuangkan kepentingan partai dan elite.
2. Kasus Korupsi Beruntun
Dalam
setahun terakhir, beberapa anggota DPR tersandung kasus korupsi besar. Mulai
dari kasus proyek infrastruktur, alokasi dana aspirasi, hingga suap pembahasan
undang-undang. Publik geram karena setiap kali ada janji perbaikan, selalu
berulang kasus serupa.
3. Kontroversi RUU
DPR
juga dinilai ngotot meloloskan sejumlah Rancangan Undang-Undang yang dianggap
bermasalah. Misalnya, aturan yang dinilai menguntungkan investor besar namun
merugikan rakyat kecil.
4. Kemewahan di Tengah Krisis
5. Ketika rakyat berjuang
menghadapi tingginya harga kebutuhan pokok, DPR justru tersorot dengan wacana
renovasi gedung bernilai triliunan rupiah, serta kenaikan tunjangan. Kontras
ini memantik api kemarahan.
Sejumlah pengamat
politik menilai bahwa aksi ini bukan sekadar gerakan spontan, melainkan puncak
dari akumulasi kekecewaan publik. Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Dr.
Ratna Suryaningtyas, mengatakan :
“Ketidakpercayaan
publik terhadap DPR sudah lama terjadi. Aksi hari ini hanyalah letupan besar
yang tak terbendung lagi. Rakyat merasa DPR semakin jauh dari aspirasi mereka.”
Sementara itu,
pakar hukum tata negara, Prof. Mahendra Yuda, menambahkan bahwa tuntutan
pembubaran DPR memang tidak mudah diwujudkan, karena bertentangan dengan
konstitusi. Namun, ia mengingatkan bahwa aksi ini tetap menjadi sinyal serius.
“Meskipun secara
hukum sulit, aksi ini harus dibaca sebagai alarm bagi DPR. Kalau mereka tetap
mengabaikan suara rakyat, krisis legitimasi bisa semakin parah.”
Ada juga yang bertanya
dan menduga Siapa Dalang di Balik Aksi? Pertanyaan yang paling ramai
diperbincangkan publik adalah, siapa yang sebenarnya menggerakkan aksi besar
ini? Diantaranya ada beberapa dugaan mencuat:
1. Gerakan Mahasiswa Independen
Mahasiswa
dikenal sebagai motor penggerak demonstrasi. Mereka punya jaringan luas dan
kemampuan memobilisasi massa. Namun, skala aksi kali ini jauh lebih besar,
sehingga menimbulkan spekulasi adanya dukungan logistik yang kuat.
2. Kelompok Buruh dan Aktivis
Serikat
buruh dan aktivis lingkungan ikut turun. Beberapa analis menilai, mereka merasa
momentumnya tepat untuk menyatukan berbagai isu ketidakadilan di bawah slogan
besar “Bubarkan DPR.”
3. Kepentingan Politik Tertentu
Ada
juga dugaan bahwa aksi ini ditunggangi oleh kelompok politik yang ingin
melemahkan DPR atau bahkan menggoyang pemerintahan. Apalagi, isu ini muncul
menjelang pembahasan anggaran nasional dan konsolidasi politik pasca pemilu
2024.
4. Gerakan Rakyat Spontan
Sebagian
pengamat menilai, aksi ini murni berasal dari kekecewaan rakyat. Media sosial
menjadi katalis utama penyebaran narasi, sehingga mobilisasi berlangsung tanpa
perlu dalang tunggal.
Tidak bisa
dipungkiri, media sosial memainkan peran vital dalam aksi ini. Sejak pagi,
ribuan unggahan dengan tagar BubarkanDPR membanjiri platform digital.
Live streaming
dari lokasi demo disaksikan jutaan orang. Meme, poster digital, hingga lagu
sindiran terhadap DPR menyebar luas. Narasi “Rakyat Lawan DPR” mendominasi
percakapan publik.
Menariknya,
sejumlah influencer dengan jutaan pengikut ikut menggaungkan isu ini, sehingga
daya sebar semakin meluas.
Lantas bagaimana Reaksi
Pemerintah dan DPR ? Pemerintah hingga sore ini belum mengeluarkan pernyataan
resmi yang panjang, hanya sekadar imbauan agar massa menjaga ketertiban.
Sementara itu,
sejumlah anggota DPR bereaksi defensif. Ada yang menilai aksi ini sebagai
bentuk “kebebasan berpendapat,” tetapi ada pula yang menyebutnya sebagai
gerakan yang ditunggangi kepentingan tertentu.
Sementara itu, Ketua
DPR, dalam konferensi pers singkat, mengatakan:
“Kami mendengar
aspirasi rakyat. Namun, saya tegaskan, membubarkan DPR tidak sesuai dengan
konstitusi. Kami terbuka untuk berdialog dengan para perwakilan massa.”
Sayangnya,
pernyataan ini justru menuai cibiran warganet yang menilai DPR hanya pandai bicara
tanpa aksi nyata.
Aksi ini
diprediksi tidak berhenti pada hari ini saja. Beberapa aliansi mahasiswa dan
organisasi buruh sudah menyerukan aksi lanjutan jika tuntutan tidak direspons
serius.
Situasi ini bisa
menjadi titik balik dalam hubungan rakyat dengan lembaga legislatif. Bila DPR
gagal mengembalikan kepercayaan publik, krisis legitimasi bisa semakin dalam,
bahkan berpotensi meluas ke krisis politik yang lebih besar.
Hari ini menjadi
babak baru dalam sejarah demokrasi Indonesia. Teriakan ribuan orang yang
menuntut pembubaran DPR bukan sekadar teriakan kosong, tetapi simbol dari
krisis kepercayaan yang akut.
Apakah aksi ini
akan menjadi momentum perubahan nyata, atau sekadar riak yang hilang ditelan
waktu? Jawabannya bergantung pada bagaimana DPR merespons suara rakyat.
0 komentar:
Post a Comment