Thursday, August 22, 2019

PERAN DAN FUNGSI LSM ANTI KORUPSI

PERAN DAN FUNGSI LSM ANTI KORUPSI

Obrolan Kito
Dewasa ini banyak sekali masyarakat yang menjadi aktivitis LSM yang perduli terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia. Tapi keberadaan mereka

sering dianggap sebelah mata oleh masyarakat. Bahkan ada sebagian masyarakat yang beranggapan negative terhadapa aktivitas mereka. Padahal aktivitas Lembaga Swadaya Masyarakat tersebut (LSM) sangat dibutuhkan oleh Negara untuk mengawasi peran aparatur Negara agar tidak terjebak dalam tindak pidana yang dapat merugikan keuangan negara yang kita cintai ini. 

Tugas aktivis itu hanya sebatas mengawasi / memantau serta mendokumentasikan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh aparatur Negara  dan memberi saran serta melaporkan hasil temuan mereka kepada pihak yang berwenang ataupun kepada aparat penegak hukum. Dengan harapan agar kegiatan pembangunan tersebut sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang ada sehingga pelaksanaan pembangunan tersebut tidak merugikan Negara.

Kerena pentingnya pengawasan terhadap program pembangunan, maka Negara memintah masyarakat dan atau kelompok masyarakat (LSM) untuk berperan serta dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Permintaan tersebut diwujudkan dalam Undang-Undang.

Undang-Undang yang mengatur tentang peran serta masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terdapat dalam    Pasal 41 ayat (5) dan Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. dan pada tahun 2018 yang lalu telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 43 tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Peraturan ini menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

Sejak dicabutnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3995).

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 43 tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagai penggantinya.

Dalam PP no 43 tahun 2018 ini diatur juga  tentang tata cara pemberian penghargaan  kepada masyarakat dan atau LSM yang berjasa membantu upaya pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana korupsi.

Penghargaan tersebut dapat berbentuk piagam dan atau premi yang  diberikan kepada yaitu :
1.    Masyarakat atau LSM yang secara aktif, konsisten, dan berkelanjutan bergerak di bidang pencegahan tindak pidana korupsi atau
2.    Pelapor tindak pidana korupsi.

Besaran premi yang diberikan sebesar 2 permil dari kerugian Negara yang dikembalikan kepada Negara atau paling banyak Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah)

Dalam hal tindak pidana korupsi berupa suap, besaran premi diberikan sebesar 2‰ (dua permil) dari nilai uang suap dan/atau uang dari hasil lelang barang rampasan atau paling banyak Rp. 10.000.000,- (Sepuluh Juta Rupiah)

Selain penghargaan kepada masyarakat, LSM dan atau pelapor, peraturan ini juga memberikan hak kepada masyarakat dan atau LSM untuk :
1.   mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi;
2.  untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada Penegak Hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;
3. hak untuk menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada Penegak Hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi;
4. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yang diberikan kepada Penegak Hukum; dan
5.    hak untuk memperoleh pelindungan hukum.

Hak tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, norma agama, dan norma sosial.

Jadi, masyarakat dan atau LSM dapat memberikan informasi mengenai adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada :
1.    pejabat yang berwenang pada badan publik; dan/atau
2.    Penegak Hukum.

Pemberian informasi kepada Penegak Hukum dilakukan dengan membuat laporan. Laporan dapat disampaikan secara lisan atau tertulis baik melalui media elektronik maupun nonelektronik. Dalam hal laporan disampaikan secara lisan, Penegak Hukum atau petugas yang berwenang wajib mencatat laporan secara tertulis. Dan  Laporan wajib ditandatangani Pelapor dan Penegak Hukum atau petugas yang berwenang.
Laporan harus disertai dengan dokumen pendukung paling sedikit berupa fotokopi kartu tanda penduduk atau identitas diri yang lain dan dokumen atau keterangan yang terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkan.

Setelah menerima laporan,Penegak Hukum wajib melakukan pemeriksaan terhadap laporan tersebut secara administratif dan substantif. Pemeriksaan dilakukan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal laporan diterimanya  laporan. 

Dalam proses pemeriksaan substantif sebagaimana, Penegak Hukum dapat meminta keterangan dari Pelapor. Pemberian keterangan oleh Pelapor dapat disampaikan secara lisan dan/atau tertulis. Dalam hal Pelapor tidak memberikan keterangan, tindak lanjut laporan ditentukan oleh Penegak Hukum.

Selain membuat laporan Masyarakat dan atau LSM dapat juga menyampaikan saran dan pendapat kepada Penegak Hukum mengenai penanganan perkara tindak pidana korupsi. Saran dan pendapat dapat disampaikan secara lisan atau tertulis baik melalui media elektronik maupun nonelektronik.

Dalam hal saran dan pendapat disampaikan secara lisan, Penegak Hukum wajib mencatat saran dan pendapat secara tertulis. Saran dan pendapat sebagaimana wajib ditandatangani oleh pihak yang menyampaikan saran dan pendapat serta Penegak Hukum.

Saran dan pendapat paling sedikit memuat:
1.    identitas diri yang disertai dengan dokumen pendukung; dan
2.    saran dan pendapat mengenai penanganan perkara tindak pidana korupsi.

Lebih lanjut pada peraturan ini juga diatur  tentang perlindungan hukum kepada masyarakat / LSM  yang melaksanakan peran sertanya dalam Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi serta peran sertanya pada proses penyelidikan, penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan sebagai pelapor, saksi atau ahli.

Inilah payung hukum dari masyarakat dan atau LSM yang ingin turut berperan serta dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia. Jadi bila ingin menjadi aktivis, harus memahami dulu paying hukum aktivis agar kita tidak terjebak dalam lingkaran tindak pidana korupsi itu sendiri.


Share:

Featured Post

Sebroyot Keluarga Ir. Holda Kota Linggau, Siap menangkan Holda di Pilkada Sumsel 2024

Cari di web ini

Tag