Bengkulu UKN
Perlahan tapi pasti, begitulah
strategi Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu
dalam mengurai benang kusut kasus megakorupsi sektor pertambangan. Sejak awal
tahun, publik dibuat penasaran dengan langkah-langkah senyap yang dilakukan
Kejati Bengkulu. Kini, teka-teki itu mulai terjawab.
Baca Juga yaitu
1. Misteri Desa Terapung
Muslim Ko Panyi di Thailand yang Didirikan Orang Jawa 200 Tahun Silam
3. Inilah Nama-Nama
Menteri Baru yang dilantik pada 8 September 2025
4. Menguak Misteri
Facebook Pro, Mengapa Kreator Pemula Gagal, Sementara Para Suhu Justru Berjaya?
5. Mantan Ketua KONI
Lahat Terseret Korupsi Dana Hibah Rp287 Juta, Ditangkap di Hari Jadi Kejaksaan
6. Ijazah SMA Gibran
Digugat ke Pengadilan, Benarkah Wakil Presiden Tak Punya Ijazah Indonesia?
Pada Selasa, 23 September 2025,
Kejati Bengkulu akhirnya memamerkan hasil kerja keras mereka: penyitaan uang
lebih dari Rp 103 miliar dalam bentuk gepokan tunai hasil sitaan dari rekening
para tersangka kasus korupsi tambang batu bara. Tak hanya uang, puluhan aset
berharga berupa rumah mewah, lahan strategis, perhiasan emas, hingga berlian
ikut dirampas untuk negara.
“Ini baru awal. Kerugian negara
dalam kasus ini ditaksir lebih dari Rp 500 miliar. Kami akan terus bergerak,
memburu aset lain para tersangka, baik di dalam negeri maupun luar negeri,”
tegas Kasi Penyidikan Kejati Bengkulu, Danang Prasetyo Dwiharjo, SH.MH, di
depan awak media.
Awal mula kasus kasus ini
bermula dari indikasi penyimpangan dalam aktivitas pertambangan batu bara di
sejumlah titik strategis di Bengkulu. Aktivitas ilegal dan manipulasi perizinan
diduga dilakukan secara sistematis oleh sejumlah perusahaan tambang dengan
dukungan pihak-pihak berpengaruh.
Menurut informasi yang berhasil
dihimpun, para pelaku bukan sekadar menjalankan bisnis tambang biasa. Mereka
membangun jaringan korupsi terstruktur mulai dari manipulasi data produksi,
permainan kuota, hingga penyaluran dana hasil tambang ke rekening pribadi
maupun perusahaan boneka.
Investigasi internal yang
dilakukan sejak 2023 akhirnya menemukan benang merah bahwa praktik pencucian
uang (TPPU) yang dilakukan melalui rekening di bank-bank BUMN serta pembelian
aset mewah atas nama keluarga maupun pihak ketiga.
Kronologi Lengkap Skandal
Korupsi Tambang di Bengkulu adalah :
1. Tahap Penyidikan Awal (2023 –
2024)
Kejati Bengkulu pertama kali
mencium aroma busuk ini pada akhir 2023. Dugaan awal mengarah pada rekayasa
laporan produksi tambang yang jauh di bawah realisasi sebenarnya. Artinya,
negara dirugikan karena penerimaan dari royalti dan pajak jauh dari semestinya.
Pada awal 2024, tim Pidsus
mulai mengumpulkan data, memeriksa dokumen perizinan, dan menelusuri arus
keuangan perusahaan tambang. Dugaan semakin kuat ketika hasil analisis PPATK
(Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) menunjukkan adanya transaksi
mencurigakan dengan nilai fantastis.
2. Penetapan 12 Tersangka
(Pertengahan 2025)
Setelah serangkaian
pemeriksaan, Kejati Bengkulu resmi menetapkan 12 orang tersangka. Mereka
terdiri dari pengusaha tambang, pejabat terkait, hingga pihak swasta yang
berperan sebagai perantara suap dan perintangan penyidikan.
Tersangka utama disebut-sebut
mengendalikan perusahaan fiktif yang digunakan untuk menampung dana hasil
korupsi. Perusahaan ini juga menjadi sarana pencucian uang lewat investasi
properti, emas, dan transaksi saham.
3. Pengungkapan Aset dan Penyitaan
Besar-Besaran (September 2025)
Puncaknya terjadi pada Selasa,
23 September 2025. Kejati Bengkulu secara resmi mengumumkan keberhasilan dan menyita
:
a. Uang Rp 103 miliar lebih di
rekening bank BUMN.
b. Puluhan sertifikat tanah di
lokasi strategis.
c. Rumah mewah di kawasan elit
Bengkulu.
d. Perhiasan emas dan berlian
bernilai miliaran rupiah.
Uang yang ditampilkan dalam
bentuk gepokan besar di aula Kejati Bengkulu sontak menjadi sorotan publik.
Pemandangan itu seperti mengingatkan pada kasus-kasus besar KPK di Jakarta.
“Rp 103 miliar ini terbanyak
berasal dari rekening pribadi maupun perusahaan milik tersangka utama TPPU.
Sebagian lagi dari rekening tersangka kasus korupsi, suap, gratifikasi, hingga
upaya perintangan penyidikan,” ujar Danang.
Kasus ini tak sekadar persoalan
tambang ilegal. Dari hasil penyidikan, ada empat lapis tindak pidana yang
terungkap yaitu :
1. Korupsi Tambang Batu Bara. Penyimpangan
produksi dan manipulasi data yang merugikan negara ratusan miliar rupiah.
2. Suap & Gratifikasi. Aliran
dana diberikan ke oknum pejabat agar tutup mata terhadap praktik ilegal.
3. Perintangan Penyidikan. Sejumlah
pihak berusaha menggagalkan proses hukum dengan cara menyuap aparat agar tidak
melanjutkan kasus.
4. Tindak Pidana Pencucian Uang
(TPPU). Uang hasil korupsi dialihkan ke rekening perusahaan, properti, hingga
perhiasan mewah untuk menyamarkan asal-usulnya.
Kombinasi empat lapis kejahatan
ini membuat kasus Bengkulu disebut sebagai salah satu skandal tambang terbesar
di Sumatera.
Dari hasil penyidikan, kerugian
negara mencapai lebih dari Rp 500 miliar. Angka ini bisa terus bertambah
seiring ditemukannya aset-aset baru.
Kejati Bengkulu menegaskan
bahwa penyitaan Rp 103 miliar hanya langkah awal. Fokus utama mereka adalah asset
recovery (pemulihan kerugian negara), bukan sekadar menghukum pelaku. Oleh
karena itu, pelacakan aset masih berlangsung dengan melibatkan PPATK dan OJK.
Bahkan, ada indikasi sebagian
aset dan uang hasil korupsi disembunyikan di luar negeri. Tim penyidik kini
tengah bekerja sama dengan lembaga internasional untuk memburu jejak tersebut.
Kasus ini tidak hanya
mengguncang sektor hukum, tapi juga menimbulkan efek domino di masyarakat
Bengkulu :
1. Kepercayaan Publik. Publik yang
selama ini skeptis akhirnya melihat keseriusan Kejati Bengkulu. Rilis uang
sitaan Rp 103 miliar menjadi bukti nyata bahwa penegakan hukum berjalan.
2. Guncangan Ekonomi Lokal. Beberapa
perusahaan tambang yang terkait kasus ini berhenti beroperasi. Akibatnya,
ratusan pekerja tambang terkena dampak pemutusan kontrak.
3. Dinamika Politik. Disebut-sebut
ada oknum politisi yang ikut terseret. Walau belum diumumkan resmi, isu ini
membuat tensi politik di Bengkulu memanas, terutama menjelang Pilkada 2025.
Danang Prasetyo Dwiharjo
menegaskan, kasus ini akan terus diusut hingga tuntas. Tak ada kompromi untuk
para pelaku.
“Kami tidak akan berhenti hanya
di Rp 103 miliar. Tim masih melacak aset para tersangka di berbagai wilayah.
Jika ada yang disembunyikan di luar negeri, kami akan kejar dengan bantuan
otoritas internasional,” katanya.
Ia juga menambahkan, penyitaan
aset bukan sekadar hukuman, melainkan bentuk pengembalian hak negara dan
masyarakat yang telah dirampas melalui praktik korupsi.
Di media sosial, publik
Bengkulu ramai menyuarakan dukungan untuk Kejati. Namun, ada pula suara kritis
yang menuntut agar kasus ini tidak berhenti pada penyitaan aset saja.
“Bagus uang disita, tapi jangan
lupa penjarakan semua pelakunya. Jangan ada lagi yang bebas hanya karena ‘uang
pengganti’,” tulis seorang warganet di platform X.
Aktivis antikorupsi lokal juga
mendesak agar kasus ini menjadi pembelajaran nasional. Sektor tambang batu bara
selama ini memang dikenal rawan korupsi, mulai dari proses perizinan hingga
praktik pencucian uang.
Kasus korupsi tambang batu bara
Bengkulu dengan nilai kerugian Rp 500 miliar ini menjadi alarm keras bagi semua
pihak. Penetapan 12 tersangka, penyitaan uang Rp 103 miliar, dan pengungkapan
aset mewah hanyalah permulaan dari proses panjang.
Apakah ini akan menjadi tonggak
kebangkitan penegakan hukum di Bengkulu? Ataukah akan berakhir seperti banyak
kasus besar lain yang hilang ditelan waktu?
0 komentar:
Post a Comment