Monday, May 27, 2019

Minal Aidin Wal Faizin .... Mohon Maaf Lahir dan Bathin…



Sejarah Awal Mula Penetapan Hari Raya Idul Fitri


Fajar 1 Syawal 1440 H / 20149 M sebentar lagi akan tiba. Bersama-sama dengan umat Islam semuanya dari segala arah dan penjuru dunia dari sabang sampai merauke tak henti-hentinya mengumandangkan alunan suara takbir, tasbih, tahmid dan tahlil. Bahkan sebagaian masyarakat kita, pada malam hari raya Idul Fitri dilakukan takbir keliling yang sudah menjadi budaya. Hal ini sesungguhnya merupakan manifestasi kebahagiaan setelah berhasil memenangi ibadah puasa, atau sebagai bentuk ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas kemenangan besar yang kita peroleh setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan penuh.

Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya : “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. ” Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Hiasilah hari rayamu dengan takbir.”
Takbir kita tanamkan ke dalam lubuk hati sebagai pengakuan atas kebesaran dan keagungan Allah SWT. Kalimat tasbih kita tujukan untuk mensucikan Allah dan segenap yang berhubungan dengan-Nya. Tidak lupa kalimat tahmid sebagai puji syukur juga kita tujukan untuk Rahman dan Rahim-Nya yang tidak pernah pilih kasih kepada seluruh hambanya. Sementara tahlil kita lantunkan untuk memperkokoh keimanan kita bahwa Dia lah Dzat yang maha Esa dan maha kuasa.
Ada sebuah riwayat yang menceritakan tentang sejarah awal mula penetapan hari raya Idul Fitri disyari’atkan pada tahun pertama bulan hijriyah, namun bari dilaksanakan pada tahun kedua Hijriyah.
Pada masa Rasulullah SAW, di sebuah kota yang terletak di Madinah ada dua hari yang di dalamnya terdapat kaum-kaum Yasyrik yang menggunakan dua hari tersebut dengan berpesta-pesta dan bersenang-senang semata, yang terkesan lebih berfoya-foya.
Kedua hari tersebut dinamakan hari An-Nairuz dan hari Al-Mahrajan dimana ketentuannya ditetapkan oleh penguasa pada saat itu. Konon hari itu sudah ada sejak zaman Jahiliyah dulu sehingga menjadi sebuah tradisi yang melekat pada orang Madinah kaum Yasyrik.
Ketika hal tersebut menjadi sebuah tradisi dan budaya kaum Yasyrik, sampailah kabar tersebut pada Rasulullah SAW. Sehingga Rasulullah ingin mencari tahu, bahwa apa yang sedang mereka lakukan dengan kedua hari tersebut. Kemudian orang-orang Madinah pun menjawab:
“Wahai Rasul pada hari ini kami sedang merayakan pesta untuk kesenangan dan kepuasan kita, dan kita akan menjadikan hari ini menjadi sebuah tradisi kita karena hari ini suda ada sejak zaman kaum Jahiliyah”.[ Hannan Hoesin Bahannan Dkk, h. 213.]. Mendengar hal tersebut Rasulullah kaget dan tersentak hatinya untuk menyuruh mereka berhenti melakukan hal yang tidak bermanfaat. Sehingga kemudian Rasulullah berkata kepada kaum Yasyrik tersebut, kalian harus tahu bahwa sesungguhnya Allah menggantikan kedua hari tersebut dengan hari yang lebih baik daripada sekedar berpesta-pesta dan berfoya-foya saja yang hanya akan menjadikan kalian umat yang bodoh yang akan menggunakan waktu dan harta kalian dengan Mubazir atau sia-sia. Sesungguhnya Allah SWT telah mengganti kedua hari tersebut dengan Hari Raya Idul Adha dan Idul Fitri, yang penuh dengan makna dan hikmah-hikmahnya. Peristiwa tersebut menjadi sebuah riwayat yang menjadi Hadist yang terdapat dalam kitab Fiqh Madzahib Al-Arbaah.[ Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqh Madzahib al-Arba’ah-Dalilun Masyru’iyyatun Sholat al- ‘Idain (Kairo: Daar Al-Hadist, Tt), h. 271.
Dalam kitab Bulugh Al-Marrom, ada sebuah hadis pula yang hampir sama dengan hadist di atas tentang sejarah terjadinya Hari Raya Idul Fitri. Hal ini untuk memperkuat sumber-sumber tentang sejarah asal mula terjadinya Hari Raya Idul Fitri.
Sejarah asal mula terjadinya Hari Raya Idul Fitri tersebut, dijadikan sebagai landasan dasar theologi yaitu untuk merubah hari yang tidak baik menjadi hari yang sangat baik yang di dalamnya penuh dengan keberkahan.
Bila ditinjau dari sudut bahasa, menurut Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA, kata 'Ied' (عيد) dalam Iedul Fithri sama sekali bukan kembali. Dalam bahasa Arab, Ied (عيد) berarti hari raya. Bentuk jamaknya a'yad (أعياد). Maka setiap agama punya Ied atau hari raya sendiri-sendiri. Dalam bahasa Arab, hari Natal yang dirayakan umat Nasrani disebut dengan Iedul Milad (عيد الميلاد), yang artinya hari raya kelahiran. Maksudnya kelahiran Nabi Isa alaihissalam. Mereka merayakan hari itu sebagai hari raya resmi agama mereka. Hari-hari kemerdekaan suatu negeri dalam bahasa Arab sering disebut dengan Iedul Wathan (عيد الوطن). Memang tidak harus selalu hari kemerdekaan, tetapi maksudnya itu adalah hari besar alias hari raya untuk negara tersebut.
Dalam bahasa Arab, kata kembali adalah 'aada - ya'uudu -'audatan (عاد - يعود - عودة). Memang sekilas hurufnya rada mirip, tetapi tentu saja berbeda jauh maknanya dari 'ied. Jadi kalau maksudnya mau bilang kembali, jangan sebut 'ied tetapi sebutlah 'audah. Dan dalam bahasa Arab juga kita mengenal dua kata yang nyaris mirip tetapi berbeda, yaitu fithrah (فطرة) dan fithr (فطر).
1.   Makna Fithrah Yang pertama adalah kata fithrah (فطرة). Jumlah hurufnya ada empat yaitu fa', tha', ra' dan ta' marbuthah. Umumnya fithrah diartikan oleh para ulama sebagai kesucian atau juga bermakna agama Islam. Seperti hadits berikut ini :
عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الأْظْفَارِ وَغَسْل الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الإْبْطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ
Ada sepuluh hal dari fitrah (kesucian), yaitu memangkas kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung), potong kuku, membersihkan ruas jari-jemari, mencabut bulu ketiak, mencukup bulu kemaluan dan istinjak (cebok) dengan air. ” (HR. Muslim).
Dan juga bermakna agama Islam, sebagimana hadits berikut ini :
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ وُلِدَ عَلىَ الفِطْرَةِ أَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِهِ
Tidak ada kelahiran bayi kecuali lahir dalam keadaan fitrah (muslim). Lalu kedua orang tuanya yang akan menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi. (HR. Muslim)
2.   Makna Fithr
Sedangkan kata fithr (فطر) sangat berbeda maknnya dari kata fithrah. Memang sekilas keduanya punya kemiripan. Tetapi coba perhatikan baik-baik, ternyata kata fithr itu hurufnya cuma ada tiga saja, yaitu fa', tha' dan ra', tanpa tambahan huruf ta' marbuthah di belakangnya.
Kalau kita jujur dengan istilah aslinya, sesungguhnya kata 'Idul Fithri' itu bukan bermakna kembali kepada kesucian. Tetapi yang benar adalah Hari Raya Makanan. Dan hari raya Islam yang satunya lagi adalah Idul Adha, tentu maknanya bukan kembali kepada Adha, sebab artinya akan jadi kacau balau. Masak kembali kepada hewan qurban? Idul Adha artinya adalah hari raya qurban (hewan sembelihan).
Bahwa setelah sebulan berpuasa kita harus kembali menjadi suci, mencusikan hati, mensucikan pikiran dan mensucikan semuanya, tentu memang harus. Cuma, jangan kemudian main paksa istilah yang kurang tepat. Mentang-mentang kita harus kembali suci, lalu ungkapan 'Idul Fithri' dipaksakan berubah makna menjadi 'kembali suci'.  Dan sejatinya pada hari itu umat Islam diwajibkan untuk makan serta haram untuk berpuasa. Berpuasa para tanggal 1 Syawwal justru haram dan berdosa bisa dilakukan. Seperti hadist Dari Anas bin Malik radliyallahuanhu berkata, “Rasulullah tidak berangkat pada Idul Fithri hingga beliau memakan beberapa kurma. (HR. Bukhari
Demikian menurut Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA yang kami lansir pada laman  https://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1358360047.
Terlepas dari itu semua penulis berpendapat bahwa, pada hari raya idul fitri tersebut, adalah hari dimana kaum muslimin kembali kepada kesuciannya karena pada 30 hari sebelumnya yaitu bulan Ramadhan adalah hari – hari yang Allah Swt sediakan untuk manusia membersihkan diri mereka masing-masing dari segala pengaruh iblis dan Syaitanya yang telah mempengaruhi kehidupan kita selama 11 bulan sebelumnya. Pada hari-hari dibulan Ramadhan itulah kesempatan kita untuk membersihkan diri dari pengaruh Syaitan. Sebab pada bulan tersebut pasukan Syaitan tidak bersama manusia. Mereka telah dibelunggu oleh Allah Swt seperti yang diterangkan oleh Hadist berikut :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “ Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu.” (HR. Bukhari no. 1899 dan Muslim no. 1079).
Jadi mumpung para syaitan dibelunggu, maka bersihkankanlah diri kita sehingga kita akan menjadi suci di 1 sawal nanti. Wallahualam bisawab.
Selamat hari Raya Idul Fitri 1440 H / 2019 M semoga kita dapat membersihkan diri kita masing-masing dari pengaruh Iblis dan Syaitan yang telah bersama kita selama 11 bulan sebelumnya Sehingga di 1 Syawal 1440 H ini kita menjadi hamba-hamba Allah yang suci. Insya Allah. (Diambil dari berbagai Sumber )

Share:

1 komentar:

terserah said...

menang berapapun di bayar
ayo segera bergabung bersama kami di bandar365*com
WA : +85587781483

Featured Post

Sebroyot Keluarga Ir. Holda Kota Linggau, Siap menangkan Holda di Pilkada Sumsel 2024

Cari di web ini

Tag