Monday, May 6, 2019

Selamat Hardiknas 2019

Hari Pendidikan Nasional 2019
By : Ismail Marzuki
                                 
Obrolan kito
Hari Pendidikan Nasional diperingati setiap tanggal 2 Mei, bertepatan dengan hari ulang tahun Ki Hadjar Dewantara, pahlawan nasional yang dihormati sebagai bapak pendidikan nasional di Indonesia. Ki Hadjar Dewantara lahir dari keluarga kaya Indonesia selama era kolonialisme Belanda, ia dikenal karena berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu, yang hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan. Hari nasional ini ditetapkan melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.
Kritiknya terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan ia diasingkan ke Belanda, dan ia kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Taman Siswa setelah kembali ke Indonesia. Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai menteri pendidikan setelah kemerdekaan Indonesia. Filosofinya, tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), digunakan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia. Ia wafat pada tanggal 26 April 1959. Untuk menghormati jasa-jasanya terhadap dunia pendidikan Indonesia, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Meskipun bukan hari libur nasional, Hari Pendidikan Nasional dirayakan secara luas di Indonesia. Perayaannya biasanya ditandai dengan pelaksanaan upacara bendera di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, dari tingkat kecamatan hingga pusat, disertai dengan penyampaian pidato bertema pendidikan oleh pejabat terkait.
Sejarah Hari Pendidikan Nasional memang tidak bisa lepas dari sosok dan perjuangan Ki Hadjar Dewantara, sang pelopor pendidikan bagi rakyat Indonesia dari zaman penjajahan Belanda.
Ki Hadjar Dewantara dengan nama asli R.M. Suwardi Suryaningrat lahir di Yogyakarta tepatnya pada tanggal 2 Mei 1889. Atas jasa-jasanya dalam perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Beliau dianugerahi gelar Bapak Pendidikan Nasional pada tahun 1959.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar, beliau mengenyam pendidikan di STOVIA, namun tidak dapat menyelesaikannya karena sakit. Akhirnya, beliau bekerja menjadi seorang wartawan di beberapa media surat kabar, seperti De Express, Utusan Hindia, dan Kaum Muda.
 Selama era kolonialisme Belanda, beliau dikenal berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu, yang mana hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau kaum priyayi yang bisa mengenyam bangku pendidikan.
Kritiknya terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan beliau diasingkan ke Belanda bersama dua rekannya, Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Ketiga tokoh ini kemudian dikenal sebagai "Tiga Serangkai".
Setelah kembali ke Indonesia, beliau kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan National Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Ki Hadjar Dewantara memiliki semboyan yang selalu beliau terapkan dalam sistem pendidikan. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi "ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani".
Arti dari semboyan tersebut adalah: Ing Ngarsa Sung Tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan Tut Wuri Handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), Hingga sampai detik ini, semboyan pendidikan Ki Hadjar Dewantara tersebut sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia dan terus digunakan dalam dunia pendidikan bangsa Indonesia.
Dalam memperingati Taman Siswa ke-30 Tahun, Ki Hadjar Dewantara mengatakan, "Kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya anak-anak berpikir, yaitu jangan selalu 'dipelopori', atau disuruh mengakui buah pikiran orang lain, akan tetapi biasakanlah anak-anak mencari sendiri segala pengetahuan dengan menggunakan pikirannya sendiri."
Maksud dari pernyataan Ki Hadjar Dewantara tersebut adalah menunjukkan apa yang seharusnya lahir dari sebuah proses pendidikan, yaitu "agar anak-anak berpikir sendiri". Dengan begitu, mereka menjadi orisinal dalam berpikir dan bertindak. Pendidikan dianggap berhasil ketika anak mampu mengenali tantangan apa yang ada di depannya dan tahu bagaimana seharusnya mereka mengatasinya. (diambil dari berbagai sumber)
Share:

0 komentar:

Featured Post

Rapat Paripurna HUT Kabupaten Empat Lawang Yang ke-17 digelar DPRD

Cari di web ini

Tag